
Pantau - Badan Karantina Indonesia (Barantin) Sumatera Utara menolak 15 ton teripang asal Malaysia setelah hasil uji laboratorium menunjukkan cemaran logam berat timbal (Pb) melebihi ambang batas standar mutu yang berlaku di Indonesia.
Hasil Uji Laboratorium Jadi Dasar Penolakan
Penolakan dilakukan berdasarkan uji laboratorium yang menunjukkan kandungan timbal sebesar 1,24 miligram per kilogram, melampaui batas maksimal 1 miligram per kilogram sesuai ketentuan SNI 2732.1:2009 tentang teripang kering.
"Hasil pengujian menunjukkan cemaran timbal pada teripang kering sebesar 1,24 mg per kilogram melebihi ambang batas untuk teripang kering, yakni maksimal 1 mg per kilogram," ungkap Kepala Karantina Sumut N. Prayatno Ginting.
Ia menegaskan bahwa keamanan pangan menjadi prioritas utama.
"Barantin tidak akan berkompromi terhadap komoditas yang dapat membahayakan kesehatan dan merugikan konsumen dalam negeri," tegasnya.
Langkah tersebut disebut sebagai wujud komitmen Barantin dalam melindungi masyarakat, menjaga keamanan pangan, dan menjamin mutu produk yang beredar di Indonesia.
"Penegakan aturan standar nasional menjadi prioritas agar hanya produk layak konsumsi yang dapat masuk ke pasar Indonesia," tambah Prayatno.
Proses Penolakan dan Dampak Kesehatan
Cemaran timbal diketahui dapat menimbulkan dampak serius bila dikonsumsi manusia, antara lain kerusakan otak, ginjal, sistem saraf, anemia, gangguan reproduksi, hingga hambatan perkembangan janin.
Importir PT SMA diberi waktu tiga hari kerja untuk segera mengeluarkan teripang tersebut dari wilayah Indonesia.
Namun, pihak importir mengajukan perpanjangan waktu penolakan pada 12 September 2025 hingga 23 September 2025 untuk mendatangkan kapal angkut yang akan membawa kembali komoditas tersebut ke Malaysia.
Setelah kapal pengangkut tersedia, pada Jumat 26 September 2025, Satuan Pelaksana (Satpel) Belawan mengawal proses penolakan 15 ton teripang atau setara 430 karung sesuai peraturan perundang-undangan.
- Penulis :
- Arian Mesa