Pantau Flash
HOME  ⁄  News

Hamas Siap Lepas Kekuasaan di Gaza, Tapi Tegaskan Tetap Jadi Bagian dari Rakyat Palestina

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Hamas Siap Lepas Kekuasaan di Gaza, Tapi Tegaskan Tetap Jadi Bagian dari Rakyat Palestina
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Anggota pasukan Brigade Al Qassam, sayap militer kelompok perlawanan Hamas Palestina. (ANTARA/Anadolu/as/am.))

Pantau - Gerakan Hamas menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan pemerintahan Jalur Gaza kepada pihak lain, namun tetap menegaskan bahwa mereka tidak bisa dipisahkan dari rakyat Palestina.

Pernyataan ini disampaikan oleh pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, dalam wawancara dengan CNN pada Jumat, 26 September 2025.

"Kami siap tidak memerintah Gaza, kami tidak keberatan," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa eksistensi Hamas sebagai bagian dari rakyat Palestina tidak bisa diabaikan begitu saja.

Hamas telah menguasai Jalur Gaza sejak mengambil alih wilayah tersebut dari Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin Fatah pada 14 Juni 2007.

Kekuasaan Hamas berlangsung hingga pecahnya perang Gaza pada Oktober 2023 yang menyebabkan krisis kemanusiaan besar-besaran.

Rencana 21 Poin AS dan Penolakan Hamas

Pernyataan dari Hamas muncul tak lama setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mempresentasikan rencana perdamaian berisi 21 poin dalam Sidang Umum PBB ke-80 di New York.

Rencana itu antara lain mencakup pembentukan pemerintahan baru di Gaza tanpa keterlibatan Hamas, pembentukan pasukan keamanan gabungan Palestina dan negara-negara Arab-Muslim, serta pendanaan rekonstruksi Gaza oleh negara-negara Arab-Islam dengan peran terbatas dari Otoritas Palestina.

Trump mendesak para pemimpin negara-negara Arab dan Muslim untuk mendukung rencana tersebut sebagai solusi permanen konflik Gaza.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa tujuan utama perang adalah membebaskan semua sandera, menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas, serta memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman.

Netanyahu secara terbuka menginginkan penghapusan total peran Hamas dari wilayah tersebut.

Serangan Udara Israel dan Nasib Delegasi Hamas

Dalam wawancara tersebut, Ghazi Hamad juga mengungkapkan bahwa ia selamat dari serangan udara Israel di Qatar, yang disebutnya sebagai "suatu keajaiban".

Ia menuduh bahwa Israel menargetkan pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi gencatan senjata.

Pada 9 September, Israel melakukan pemboman terhadap kepemimpinan Hamas di ibu kota Qatar, Doha.

Menurut Hamas, delegasi yang dipimpin Khalil al-Hayya selamat dari serangan tersebut.

Namun, kepala staf delegasi Hamas, Jihad Lebed, tewas bersama putra Khalil al-Hayya, Hammam, serta tiga ajudan lainnya.

Tawanan dan Seruan Gencatan Senjata

Mengenai proposal Amerika Serikat yang menawarkan pembebasan semua sandera – baik yang masih hidup maupun telah meninggal – sebagai imbalan atas pembebasan ribuan tahanan Palestina dan gencatan senjata segera, Hamad menyatakan bahwa Hamas sebenarnya menghendaki penyelesaian menyeluruh.

Ia menegaskan, "Kami bisa mengembalikan semua sandera dalam waktu 24 jam, tetapi Israel menolak."

Hamad juga membantah tuduhan bahwa Hamas menggunakan para sandera sebagai tameng manusia.

Sementara itu, sayap militer Hamas, Brigade Qassam, memperingatkan bahwa operasi darat Israel memperbesar risiko keselamatan para sandera.

Menurut data otoritas Israel, sebanyak 48 sandera masih berada di Gaza, dan sekitar 20 di antaranya diyakini masih hidup.

Di sisi lain, lebih dari 11.100 warga Palestina ditahan di penjara-penjara Israel.

Lembaga hak asasi manusia menyatakan bahwa para tahanan Palestina mengalami penyiksaan, kelaparan, dan kelalaian medis selama dalam tahanan.

Sejak pecahnya perang genosida Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 65.500 warga Palestina telah tewas, sebagian besar korban merupakan perempuan dan anak-anak.

Penulis :
Aditya Yohan