Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

BNPT Ingatkan Bahaya Radikalisasi Lewat Game Online, Anak dan Remaja Jadi Target Utama

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

BNPT Ingatkan Bahaya Radikalisasi Lewat Game Online, Anak dan Remaja Jadi Target Utama
Foto: (Sumber: Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono dalam Rapat Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga Dalam Rangka Membahas Upaya Pencegahan Radikalisasi di Dunia Maya di Jakarta, Selasa (30/9/2025). (ANTARA/HO-Pusat Media Damai BNPT RI))

Pantau - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperingatkan masyarakat mengenai ancaman radikalisasi yang kini menyusup melalui game online dan menyasar anak-anak serta remaja sebagai target utama.

Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono menyatakan bahwa fenomena ini semakin mengkhawatirkan karena memanfaatkan dunia digital yang akrab dengan generasi muda.

"Sedikitnya 13 anak dari berbagai daerah di Indonesia telah terhubung melalui permainan daring Roblox, yang kemudian menjadi pintu masuk bagi jaringan simpatisan teroris," ungkap Eddy.

Setelah berkenalan lewat game, pelaku memindahkan interaksi ke platform tertutup seperti Telegram dan WhatsApp untuk melakukan proses indoktrinasi secara lebih intens.

Game Online Jadi Alat Baru Perekrutan Radikal

Menurut Eddy, game online kini bukan sekadar hiburan digital, tetapi telah beralih menjadi sarana penyebaran propaganda ekstrem, melampaui penggunaan media sosial yang selama ini lebih dikenal sebagai kanal utama.

Pola rekrutmen ini menjadi tantangan besar karena menyatu dengan aktivitas harian anak-anak, menjadikan mereka terekspos tanpa disadari.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia.

Pada 2024, seorang remaja 16 tahun di Singapura ditangkap karena menciptakan simulasi zona militer Afghanistan di Roblox dan mengarahkan pengikut ke grup tertutup untuk menyebarkan ideologi radikal.

Sementara di Amerika Serikat dan Jerman, game online telah digunakan untuk menyebarkan narasi kebencian seperti ideologi Nazi dan perlawanan terhadap pemerintah.

"Kita semua, terutama para orang tua, harus mewaspadai ruang baru radikalisasi ini. Jangan sampai anak-anak kita justru belajar kebencian lewat permainan," tegas Eddy.

Dukungan Densus 88 dan Ancaman AI dalam Propaganda

Direktur Identifikasi dan Sosialisasi (Idensos) Densus 88 Antiteror Polri, Brigjen Pol Arif Makhfudiharto, menyatakan dukungannya atas inisiatif BNPT untuk memperkuat sinergi lintas kementerian dan lembaga.

"Kolaborasi adalah kunci agar upaya pencegahan dan mitigasi radikalisasi di ruang digital bisa berjalan lebih efektif," ujarnya.

Arif menjelaskan bahwa ancaman radikalisasi kini bersifat global dan dilakukan sepenuhnya secara daring, termasuk tahapan perekrutan, baiat, hingga pelatihan (idad).

Ia menekankan bahwa kelompok yang mengalami masalah pribadi sangat rentan menjadi target, terutama anak-anak dan remaja.

"Ketika seorang anak memiliki permasalahan pribadi, mereka bisa lebih mudah terjerumus dalam jejaring radikal melalui dunia maya. Ini masalah serius yang perlu kita tangani bersama," jelas Arif.

BNPT juga menyoroti peran teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam memperparah situasi, karena AI mampu menciptakan konten propaganda yang sangat meyakinkan dan sulit dibedakan dari informasi asli.

Konten semacam itu, apabila terus dikonsumsi, berpotensi dianggap sebagai kebenaran oleh target radikalisasi.

Seruan Literasi Digital dan Perlindungan Anak

Sebagai respons, BNPT mendorong penguatan literasi digital, pengawasan ruang siber, dan perlindungan khusus bagi kelompok rentan, khususnya anak dan remaja.

Peringatan dari BNPT ini juga sejalan dengan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyebut bahwa terorisme global kini semakin adaptif, meskipun pengaruh kelompok seperti Al-Qaeda dan ISIS telah menurun di kawasan Asia Tenggara.

Namun, faktor lokal seperti ketidakadilan sosial dan isu politik tetap memicu kerentanan terhadap radikalisasi.

Pemerintah diimbau untuk terus memperkuat langkah pencegahan dan menjaga ruang digital tetap aman dari infiltrasi ekstremisme.

Penulis :
Aditya Yohan