
Pantau - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto, mendesak manajemen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk untuk memberikan penjelasan rinci terkait perkembangan restrukturisasi utang dan langkah efisiensi operasional perusahaan baja pelat merah tersebut.
Industri Baja Dinilai Strategis bagi Ekonomi Nasional
Adisatrya menyampaikan desakan tersebut saat membuka Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI bersama Direktur Utama PT Krakatau Steel, Muhammad Akbar Djohan, yang digelar di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 30 September 2025.
Ia menegaskan bahwa industri baja memiliki posisi strategis dalam menopang sektor industri lainnya dan berdampak langsung pada ketahanan ekonomi nasional.
"Industri baja merupakan salah satu sektor strategis yang menopang banyak industri lainnya. Begitu penting industri baja ini bagi perekonomian nasional," ungkapnya.
Komisi VI DPR RI, kata Adisatrya, selama ini konsisten memberikan dukungan terhadap Krakatau Steel dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Namun demikian, ia mengakui bahwa Krakatau Steel menghadapi tantangan berat, baik secara internal maupun eksternal, termasuk fluktuasi harga baja global dan dinamika kebijakan perdagangan internasional.
Beban Utang Masih Tinggi, Efisiensi Dinilai Belum Optimal
Berdasarkan laporan yang diterima DPR, Krakatau Steel masih terbebani utang besar.
Per 30 Juni 2025, total utang perusahaan tercatat sebesar US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 28,37 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.690 per dolar AS.
Meski demikian, manajemen Krakatau Steel optimistis dapat menurunkan angka utang menjadi US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 18,34 triliun pada akhir 2025 melalui proses restrukturisasi dan penyesuaian nilai haircut dengan sejumlah bank kreditur.
Hingga semester I tahun 2025, kondisi keuangan perusahaan masih belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Pendapatan usaha tercatat sebesar US$ 460,82 juta, tumbuh 3,63 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Namun, perusahaan tetap mencatat rugi bersih sebesar US$ 107,11 juta atau sekitar Rp 1,74 triliun.
Peningkatan beban pokok pendapatan menyebabkan margin laba bruto mengalami penurunan.
Sementara itu, dari sisi aset, terdapat sedikit pertumbuhan.
Per 30 Juni 2025, total aset perusahaan tercatat sebesar US$ 2,91 miliar atau sekitar Rp 47,27 triliun, naik 0,61 persen dibanding akhir 2024.
DPR Minta Transparansi Perjanjian dan Strategi Efisiensi
Adisatrya menekankan bahwa restrukturisasi utang tidak boleh sebatas administratif.
Ia meminta penjelasan mengenai detail perjanjian baru antara Krakatau Steel dan bank kreditur, serta strategi efisiensi internal yang telah diterapkan untuk mengurangi beban keuangan dan operasional.
"Komisi VI ingin mendengar perkembangan restrukturisasi utang, apakah sudah ada kesepakatan baru dengan perbankan, dan apa langkah efisiensi yang telah dijalankan," ia mengungkapkan.
Menurutnya, keterbukaan dan kerja sama penuh dari Krakatau Steel sangat penting agar DPR, khususnya Komisi VI, serta masyarakat luas, bisa memahami secara utuh tantangan dan peluang yang dihadapi industri baja nasional.
Adisatrya berharap hasil dari Rapat Dengar Pendapat tersebut dapat menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk mendukung kebangkitan Krakatau Steel sebagai pilar penting dalam industri nasional.
- Penulis :
- Arian Mesa