Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ketua Komisi XI DPR Minta Menkeu Fokus Perbaiki Pembayaran Subsidi, Bukan Terlibat Polemik

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Ketua Komisi XI DPR Minta Menkeu Fokus Perbaiki Pembayaran Subsidi, Bukan Terlibat Polemik
Foto: (Sumber: Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. (ANTARA/HO-DPR).)

Pantau - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, meminta Kementerian Keuangan untuk fokus memperbaiki tata kelola pembayaran subsidi dan kompensasi dalam APBN, bukan ikut serta dalam polemik teknis antarkementerian.

"Realisasi pembayarannya kerap terlambat, membebani arus kas, bahkan berpotensi mengganggu pelayanan publik. Ini yang seharusnya segera diperbaiki Menteri Keuangan," ujarnya.

Pernyataan tersebut disampaikan menyusul perselisihan antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terkait data subsidi dan harga elpiji 3 kilogram.

Soroti Keterlambatan Pembayaran dan Potensi Gangguan Pelayanan

Misbakhun menegaskan bahwa polemik tersebut seharusnya tidak terjadi karena masing-masing kementerian memiliki kewenangan yang sudah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Ia menekankan tugas utama Menteri Keuangan sebagai bendahara negara adalah memastikan bahwa pembayaran subsidi dilakukan secara tepat waktu, transparan, dan akuntabel.

"Aspek teknis seperti penetapan harga dan distribusi subsidi adalah tanggung jawab kementerian teknis seperti Kementerian ESDM dan Kementerian Sosial," jelasnya.

"Peraturan perundang-undangan sudah jelas membagi kewenangan itu. Jadi, pernyataan Menkeu yang keluar dari ranahnya justru berpotensi menimbulkan gangguan koordinasi antarkementerian," imbuhnya.

Ia menyebut bahwa masalah klasik dalam subsidi energi — seperti elpiji 3 kg, BBM, dan listrik — masih terus berulang dari tahun ke tahun.

Hakikat dari subsidi, menurutnya, adalah menjaga daya beli rakyat kecil dan memastikan akses energi yang terjangkau bagi kelompok rentan.

Pentingnya Basis Data dan Koordinasi Antar Kementerian

Misbakhun memperingatkan bahwa polemik terbuka di ruang publik hanya akan mengaburkan tujuan utama dari kebijakan subsidi energi.

"Jika distribusi subsidi elpiji 3 kilogram atau subsidi energi lain tidak tepat sasaran, yang paling dirugikan adalah masyarakat kelas bawah. Yang diperlukan sekarang adalah perbaikan basis data penerima manfaat, integrasi sistem digital, dan sinergi antar kementerian, bukan perdebatan terbuka di ruang publik," tegasnya.

Ia mendukung langkah integrasi data penerima subsidi energi ke dalam Data Terpadu Subsidi Energi Nasional (DTSEN), hasil kerja sama antara Kementerian ESDM dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Misbakhun juga menekankan pentingnya penguatan koordinasi serta pemutakhiran data secara konsisten agar subsidi lebih tepat sasaran.

Belanja subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2026 diproyeksikan akan meningkat akibat ketidakpastian harga minyak dunia dan fluktuasi nilai tukar rupiah.

Ia menekankan pentingnya disiplin fiskal, tata kelola yang baik, menjaga kredibilitas APBN, dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara.

"Komisi XI DPR RI mendukung kebijakan subsidi untuk rakyat, tetapi tetap mengawasi agar APBN dijalankan tertib, efisien, dan berpihak pada masyarakat. Menteri Keuangan harus menjawab tantangan ini dengan memastikan mekanisme pembayaran subsidi tepat waktu dan akuntabel," tandasnya.

Dalam rapat kerja dengan Komisi XI pada 30 September 2025, Menkeu Purbaya menyebut harga asli elpiji 3 kg adalah Rp42.750 per tabung, dengan subsidi pemerintah sebesar Rp30.000, sehingga masyarakat hanya membayar Rp12.750.

Pernyataan ini kemudian ditanggapi oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang menyebut bahwa Menkeu salah membaca data.

"Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Ya mungkin butuh penyesuaian," kata Bahlil.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Tria Dianti