
Pantau - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i menegaskan bahwa toleransi di Indonesia bukan hanya sekadar slogan atau narasi, tetapi telah menjadi praktik nyata yang diwariskan dan dijalankan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disampaikannya di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, pada Rabu, 8 Oktober 2025, di hadapan para Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama wilayah Sumsel.
Dua Kisah Kehidupan yang Mencerminkan Toleransi Sejati
Dalam kegiatan yang juga dihadiri Kakanwil Kemenag Sumsel Syafitri beserta Kabag TU dan jajarannya, Staf Khusus Wamenag Gayatri, Tenaga Ahli Junizab, serta para kepala Kankemenag dan kepala madrasah se-Sumatera Selatan, Wamenag membagikan dua kisah pribadi yang menyentuh sebagai contoh konkret toleransi lintas agama.
Cerita pertama berasal dari pengalaman ibunya saat menghadiri pengajian.
Saat langit mendung dan hujan turun sebelum sampai rumah, sang ibu khawatir jemurannya basah.
Namun, tetangganya yang beragama Nasrani berkata, “Ibu tidak usah khawatir. Baju sudah saya angkat dan simpan di meja rumah. Bersih kok mejanya. Nanti begitu hujan berhenti, saya antar ke rumah ibu.”
Ibu Wamenag terkejut karena jemurannya tidak ada, dan ternyata sudah diamankan oleh tetangganya yang berbeda agama.
Cerita kedua terjadi ketika seorang tetangga Nasrani meninggal dunia.
Anak dari almarhum datang tergopoh-gopoh meminta bantuan kepada ibunya untuk mengurus jenazah.
Sang ibu menjawab, “Saya ini muslimah, tidak tahu cara mengurus jenazah sesuai ajaran Nasrani.”
Setelah memastikan ada pendeta di sekitar, ia meminta Romo Syafi’i kecil untuk memanggil pendeta tersebut.
Awalnya Romo kecil enggan karena ingin pergi ke sekolah, namun sang ibu menegaskan, “Sekolah bisa libur dulu. Kita bantu tetangga dulu. Besok kamu bisa sekolah lagi.”
Akhirnya Romo kecil berhasil membawa pendeta, sehingga jenazah dapat diurus dan dimakamkan secara layak.
Toleransi adalah Pilar Keberagaman Indonesia
Wamenag menegaskan bahwa kehidupan masyarakat Indonesia sejak dahulu telah dibangun di atas semangat toleransi, gotong royong, dan kerukunan.
Menurutnya, ajaran agama-agama di Indonesia tidak pernah mengajarkan kekerasan atas dasar perbedaan keyakinan.
“Kalau hari ini masih ada yang ceramah dan memprovokasi bahwa karena beda agama bisa berbuat kekerasan, jangan cari kesalahan agamanya, tapi cari kesalahan orang itu ada agenda tertentu apa yang melatarinya,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa kekuatan Indonesia terletak pada persatuan, kohesi nasional, dan kolaborasi antarwarga negara.
“Kita harus jadi leader dalam upaya menentramkan masyarakat kalau ada provokasi memakai isu agama,” tutup Wamenag.
- Penulis :
- Aditya Yohan