
Pantau - Komisi Yudisial (KY) tengah melakukan analisis mendalam terhadap ribuan halaman putusan perkara korupsi importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, guna menilai ada tidaknya dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim.
Analisis ini merupakan tindak lanjut dari laporan resmi yang diajukan oleh Tom Lembong dan kuasa hukumnya pada Agustus 2025, tak lama setelah ia mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Putusan Setebal 1.631 Halaman Diperiksa, Pemeriksaan Hakim Menunggu Hasil Analisis
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmito, menjelaskan bahwa proses analisis sedang berjalan dan belum memasuki tahap pemeriksaan terhadap majelis hakim.
"Kalau misalnya ada dugaan pelanggaran kode etik dari analisis itu, baru nanti dilakukan pemeriksaan kepada terlapor, tapi misalnya kalau tidak terbukti atau tidak cukup bukti, ya, tidak bisa berlanjut ke terlapor," ungkapnya.
Menurut Joko, lambatnya proses analisis disebabkan oleh ketebalan dokumen putusan yang mencapai 1.631 halaman.
"Ini masalahnya agak lambatnya itu untuk menganalisis putusan itu. Kalau tidak salah putusannya itu tebalnya 1.631 (halaman). Itu kan, untuk dugaan pelanggaran kode etik, harus membahas itu, membaca dulu," ia menjelaskan.
KY telah memeriksa pihak pelapor, yaitu Tom Lembong, namun belum menjadwalkan pemeriksaan terhadap majelis hakim karena analisis dokumen masih berlangsung.
Putusan Dinilai Janggal, KY Punya Tenggat Dua Bulan Telusuri Laporan
Dalam putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Tom Lembong divonis empat tahun enam bulan penjara.
Ia dinyatakan terbukti bersalah dalam perkara korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015–2016, yang disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.
Vonis ini kemudian dipersoalkan oleh pihak Tom Lembong, yang mengajukan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) ke Komisi Yudisial pada 4 Agustus 2025.
Namun, tak lama kemudian, Tom mendapat abolisi dari Presiden Prabowo, yang menghapus status pidananya dan membuat ia bebas dari Rumah Tahanan Cipinang pada 1 Agustus 2025.
Joko menambahkan bahwa berdasarkan peraturan, pemeriksaan terhadap hakim baru dilakukan jika analisis menemukan indikasi pelanggaran etik.
Ia juga menyebut banyak laporan masyarakat yang tidak dilanjutkan ke tahap pemeriksaan karena kurangnya bukti.
Meskipun demikian, KY tetap memiliki batas waktu maksimal dua bulan untuk menyelesaikan analisis laporan.
"Kalau dua bulan itu tidak bisa diselesaikan, harus melapor kepada ketua KY," kata Joko.
- Penulis :
- Aditya Yohan