
Pantau - Sebuah unggahan di platform media sosial berbasis video memperlihatkan interaksi hangat antara seorang prajurit TNI berpangkat sersan dan seorang anak Papua bernama Alo, yang datang dengan mengenakan seragam sekolah dasar merah putih.
Dalam video tersebut, Alo menghampiri prajurit yang sedang duduk, lalu bersalaman dan mencium tangan sang prajurit dengan penuh hormat.
Sang prajurit kemudian bertanya soal pelajaran di sekolah, merentangkan tangannya, dan Alo langsung duduk di pangkuannya.
Terlihat momen akrab dan penuh kehangatan: Alo bergelayut, mencium wajah prajurit tersebut, dan mereka saling berpelukan seperti kakak dan adik, atau bahkan seperti orang tua dan anak.
Kasih Sayang, Toleransi, dan Nasionalisme yang Terbangun di Lapangan
Di akun media sosial lainnya, seorang prajurit TNI asal Cirebon juga terekam dekat dengan seorang anak Papua bernama Tinus, yang kini menjadi anak asuhnya di Jawa.
Tinus, yang tampak mengenakan seragam SMP, diketahui ikut ke Jawa dengan izin resmi dari orang tuanya.
Dalam salah satu video, sang prajurit menanyakan apakah Tinus sudah pergi ke gereja pada hari Minggu, menunjukkan bentuk toleransi dan perhatian tanpa memaksakan keyakinan.
Hubungan antara prajurit beragama Islam dan Tinus yang Kristen mencerminkan nilai kasih sayang dan toleransi yang tinggi di antara sesama anak bangsa.
Kedekatan ini dianggap sebagai bentuk cinta universal yang lahir bukan dari kewajiban militer semata, melainkan dari panggilan hati sebagai penjaga bangsa.
Unggahan-unggahan ini memperlihatkan sisi lain dari keberadaan TNI di Papua, di tengah tugas mereka menjaga keamanan dari ancaman kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Tindakan ini disebut sebagai “operasi penuh cinta” yang dilakukan secara senyap dan tidak banyak terekspos media sosial.
Operasi Senyap yang Tanpa Senjata, Tapi Sarat Makna
“Operasi” tanpa senjata semacam ini memang tidak menghasilkan dampak instan, namun memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan hasilnya.
Dalam jangka panjang, anak-anak seperti Alo dan Tinus yang dibesarkan dengan penuh perhatian dan kasih dari para prajurit, diyakini akan tumbuh dengan rasa cinta terhadap Merah Putih.
Mereka pun tidak mudah dipengaruhi oleh ideologi yang dibawa kelompok-kelompok bersenjata.
Pendekatan emosional semacam ini mungkin tidak seberat operasi bersenjata di medan konflik, tetapi justru menuntut keterampilan empati dan kepedulian yang tinggi.
Apa yang dilakukan para prajurit tersebut adalah bentuk pengabdian dan nasionalisme melalui pendekatan manusiawi, dengan harapan menjadi investasi jangka panjang bagi Papua yang damai.
Diharapkan, upaya ini membentuk generasi muda Papua yang berdaya, berkarakter, dan mencintai bangsanya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf