
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami fasilitas yang diterima oleh calon jemaah haji khusus tambahan dalam kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa perbedaan fasilitas yang diterima calon jemaah di berbagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) menjadi salah satu fokus penyidikan.
"Fasilitas yang didapatkan calon jemaah di PIHK satu dan PIHK lainnya itu kan berbeda-beda. Nah itu didalami," ungkapnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2025.
KPK juga sedang menyusun gambaran menyeluruh terkait skema pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kemudian kami akan elaborasi juga dengan teman-teman di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang sedang jalan penghitungan kerugian keuangan negara," tambah Budi.
Saat ini, KPK masih menunggu hasil resmi penghitungan potensi kerugian negara dari BPK RI.
Latar Belakang dan Temuan Awal KPK
Kasus ini pertama kali diumumkan secara resmi oleh KPK pada 9 Agustus 2025, setelah pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dua hari sebelumnya.
KPK menduga adanya penyimpangan dalam penentuan kuota dan tata kelola penyelenggaraan ibadah haji, termasuk alokasi tambahan kuota.
Pada 11 Agustus 2025, KPK menyatakan penghitungan awal kerugian negara akibat kasus ini telah melebihi Rp1 triliun.
Sebagai langkah pencegahan, KPK juga telah melarang tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Dugaan Keterlibatan PIHK dan Pelanggaran Regulasi
Perkembangan terbaru pada 18 September 2025 mengungkap bahwa sebanyak 13 asosiasi dan sekitar 400 biro perjalanan haji diduga terlibat dalam praktik penyelewengan tersebut.
Selain itu, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan dalam pelaksanaan haji tahun 2024.
Salah satu sorotan utama Pansus adalah pembagian kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi sebesar 20.000, yang dibagi rata oleh Kementerian Agama: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian tersebut dianggap melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan bahwa kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen dari total kuota nasional, sedangkan 92 persen dialokasikan untuk haji reguler.
- Penulis :
- Aditya Yohan