billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

AESI Siap Dukung Pemerintah Wujudkan Pembangunan PLTS 100 GW, Dorong Lapangan Kerja dan Investasi Hijau

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

AESI Siap Dukung Pemerintah Wujudkan Pembangunan PLTS 100 GW, Dorong Lapangan Kerja dan Investasi Hijau
Foto: (Sumber: Tenaga Ahli Menteri ESDM Satya Hangga Yudha Widya Putra (tiga dari kanan) menerima kunjungan pengurus Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (20/10/2025). ANTARA/Dokumentasi pribadi.)

Pantau - Jakarta, 21-10-2025 - Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Satya Hangga Yudha Widya Putra menyatakan dukungan terhadap kesiapan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dalam merealisasikan target pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 100 gigawatt (GW) sesuai program pemerintah.

Dukungan Pemerintah dan Antusiasme Industri Energi Surya

Dukungan tersebut disampaikan Satya saat menerima kunjungan pengurus AESI di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, pada Senin (20/10/2025).

“Kami menyambut baik optimisme ini, pandangan dan dukungan dari pelaku industri sangat penting,” ujarnya.

Ketua Umum AESI, Mada Ayu Habsari, menegaskan kesiapan asosiasinya dalam mendukung target pemerintah tersebut.

Mada menjelaskan bahwa pasar PLTS menunjukkan peningkatan minat yang luar biasa dari industri dan masyarakat.

Sebelumnya, kapasitas PLTS terpasang di Indonesia hanya sebesar 143 megawatt (MW), namun kini telah melampaui 1 gigawatt (GW).

Ia juga mengungkapkan bahwa pada Juni 2024 AESI hanya memiliki 63 perusahaan anggota, tetapi kini jumlah pelaku industri energi surya diperkirakan dapat meningkat hingga mencapai 500 perusahaan.

“Kalau program Pak Presiden Prabowo ini bisa berhasil, maka multiplier effect-nya itu banyak sekali. Green job sudah pasti, kemudian kenaikan TKDN lokal, investasi untuk manufaktur, itu pasti akan meningkat,” tegas Mada.

Tantangan Biaya dan Strategi Efisiensi

Satya Hangga menjelaskan bahwa struktur biaya PLTS di setiap negara berbeda, bergantung pada kondisi topografi, demografi, serta cuaca yang memengaruhi harga produksi listrik surya.

“Kita harus melihat dari segi keekonomian. Karena setiap provinsi, kabupaten/kota ada struktur harganya. Kami harus mengetahui harganya berapa on average,” ungkap Hangga.

Ia menekankan bahwa penentuan feed-in-tariff yang ideal memerlukan perhitungan mendalam agar proyek PLTS tetap ekonomis namun menarik bagi investor.

Program PLTS 100 GW juga mendukung upaya dedieselisasi, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), di mana biaya pembangkitan listrik masih tinggi dan tidak ramah lingkungan.

Hangga berharap program ini menghasilkan dampak ganda berupa peningkatan lapangan kerja, penghasilan, serta transfer teknologi dan pengetahuan untuk memperkuat perekonomian nasional.

Kapasitas Produksi dan Upaya Menekan Biaya PLTS

Rama Dinara dari AESI menjelaskan bahwa kapasitas produksi modul surya di Indonesia saat ini berada pada kisaran 8 hingga 10 GW per tahun.

“Meskipun harga domestik saat ini tidak lebih murah dari Tiongkok, industri lokal siap bersaing, asalkan ada kompensasi melalui ketentuan TKDN,” katanya.

Mada menambahkan bahwa AESI akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang kerap membandingkan harga PLTS lokal dengan modul impor yang lebih murah.

AESI juga tengah mempelajari simulasi biaya dari negara lain seperti India, yang mampu menekan harga hingga 3 sen per kWh berkat insentif pemerintah berupa subsidi transmisi, baterai gratis, dan insentif belanja modal (capital expenditure/capex).

Untuk menjadikan harga PLTS di Indonesia lebih kompetitif, AESI sedang mengusulkan kajian waterfall chart guna menganalisis seberapa jauh biaya capex PLTS dapat ditekan melalui kebijakan insentif dan efisiensi rantai pasok.

Penulis :
Ahmad Yusuf