
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap telah memeriksa lebih dari 300 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) terkait kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji oleh Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap PIHK ini merupakan bagian dari proses penyidikan untuk menghitung potensi kerugian negara.
"Sejauh ini sudah lebih dari 300 PIHK yang dimintai keterangan untuk kebutuhan penghitungan kerugian keuangan negaranya," ungkapnya.
Pemeriksaan di Berbagai Wilayah dan Koordinasi dengan BPK
Budi menjelaskan bahwa pemeriksaan dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Timur, Yogyakarta, Sumatera Selatan, Jakarta, Kalimantan Selatan, dan beberapa daerah lainnya.
KPK memulai penyidikan kasus ini sejak 9 Agustus 2025.
Sebelumnya, pada 7 Agustus 2025, KPK telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Untuk mendalami kerugian negara dalam kasus ini, KPK juga tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa kerugian negara berdasarkan penghitungan awal dalam perkara ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Di hari yang sama, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Dugaan Melibatkan Ratusan PIHK dan Kejanggalan Kuota Tambahan
Pada 18 September 2025, KPK mengungkap bahwa dugaan korupsi ini melibatkan 13 asosiasi dan sekitar 400 biro perjalanan haji.
Selain dari KPK, Pansus Angket Haji DPR RI juga menemukan berbagai kejanggalan dalam penyelenggaraan haji tahun 2024.
Salah satu sorotan utama adalah pembagian kuota tambahan haji sebesar 50:50 dari total 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama saat itu membagi kuota menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Namun, pembagian ini dianggap bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa kuota haji khusus seharusnya sebesar 8 persen, sementara kuota haji reguler sebesar 92 persen.
- Penulis :
- Leon Weldrick