billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Sinergi BSKDN dan LAN Dorong Reformasi Kebijakan Publik Berbasis Bukti Menuju Indonesia Emas 2045

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Sinergi BSKDN dan LAN Dorong Reformasi Kebijakan Publik Berbasis Bukti Menuju Indonesia Emas 2045
Foto: (Sumber: Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo (kanan) memberikan keterangan soal kerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam penerapan kebijakan daerah berbasis bukti. (ANTARA/HO-BSKDN Kemendagri))

Pantau - Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri bekerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk mendorong penerapan kebijakan daerah berbasis bukti, dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola dan inovasi publik di seluruh Indonesia.

Integrasi IKK dan IID Jadi Pilar Reformasi Kebijakan

Salah satu bentuk kerja sama strategis ini adalah integrasi pengukuran Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) 2025 dengan Indeks Inovasi Daerah (IID).

Kepala BSKDN, Yusharto Huntoyungo, menyatakan bahwa kebijakan yang baik dan inovasi yang berkelanjutan adalah dua sisi mata uang yang saling melengkapi.

"Inovasi tidak akan berumur panjang tanpa kebijakan yang berkualitas, dan kebijakan akan kehilangan relevansinya tanpa inovasi yang hidup. Karena itu, sinergi antara IKK dan IID menjadi kunci reformasi kebijakan yang berkelanjutan," ungkapnya.

Yusharto menyebut langkah ini sejalan dengan arah RPJMN 2025–2029 dan visi Indonesia Emas 2045 untuk mewujudkan birokrasi yang adaptif, kolaboratif, dan berbasis bukti.

Ia menegaskan pentingnya meninggalkan kebijakan berbasis intuisi dan mendorong pengambilan keputusan publik yang akuntabel dan ilmiah.

"Kami harus memastikan setiap kebijakan lahir dari diagnosis yang tepat, bukan dari tekanan politik atau rutinitas administratif. Setiap keputusan publik harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etis," tegasnya.

Inovasi Daerah Meningkat, Tapi Masih Ada Ketimpangan

Data BSKDN mencatat peningkatan jumlah inovasi daerah secara signifikan, dari 3.718 inovasi pada 2018 menjadi 36.742 inovasi pada 2025, yang melibatkan 531 pemerintah daerah.

Namun, masih terdapat 15 kabupaten, termasuk Puncak Jaya, Tambrauw, dan Maybrat, yang belum menyampaikan laporan inovasi sejak 2023.

Daerah dengan capaian tertinggi IID 2024 antara lain:

  • Kabupaten Banyuwangi: 98,86
  • Kota Surabaya: 94,17
  • Kabupaten Situbondo: 94,13
  • Sementara itu, Kabupaten Pandeglang tercatat sebagai daerah dengan skor IID terendah, yakni 4,30.

Di sisi lain, dari 546 pemerintah daerah yang telah terdaftar dalam sistem IKK, sebanyak 333 daerah telah menyelesaikan proses self-assessment.

Target nasional RPJMN 2025–2029 adalah 85% instansi pemerintah memperoleh nilai minimal “Baik” dalam IKK pada 2029, meningkat dari 30% pada tahun 2025.

Ubah Pola Pikir Birokrasi: Dari Formalitas ke Dampak Nyata

Kepala Pusat Strategi Kebijakan SDM dan Inovasi Pemerintahan Dalam Negeri BSKDN, David Yama, menekankan perlunya perubahan pola pikir dalam pembuatan kebijakan.

"Rekan-rekan di daerah jangan menjadi gambler dalam membuat kebijakan. Semua keputusan publik harus berdasarkan riset dan bukti. Ini adalah fondasi pemerintahan yang efektif," ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Deputi LAN Bidang Peningkatan Kualitas Kebijakan Administrasi Negara, Agus Sudrajat, yang menyebut bahwa pengukuran IKK bukan sekadar formalitas administratif.

"IKK adalah instrumen strategis untuk mengukur kemampuan lembaga pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang berdampak nyata bagi masyarakat," katanya.

Agus juga menekankan pentingnya memperkuat kapasitas analis kebijakan dan membangun ekosistem kebijakan yang sehat.

"Kami ingin setiap instansi pemerintah memiliki ekosistem kebijakan yang sehat, di mana perencana, peneliti, dan analis bekerja dalam satu siklus pembelajaran yang terus berkembang," ungkapnya.

Menurutnya, IKK bukan alat untuk menghukum, melainkan instrumen pembelajaran dan akuntabilitas publik.

"Hasil pengukuran IKK akan menjadi cermin untuk mengevaluasi posisi kebijakan saat ini dan menjadi kompas untuk arah perbaikan yang lebih sistematis," ujarnya.

Agus menutup paparannya dengan menekankan pentingnya menjadikan kebijakan publik sebagai alat transformasi sosial.

"Reformasi birokrasi tidak boleh berhenti di tataran prosedur. Ia harus melahirkan kebijakan yang mendorong kesejahteraan, memperkuat keadilan sosial, dan memastikan pemerintahan bekerja efektif untuk rakyat," tutupnya.

Penulis :
Aditya Yohan