
Pantau - Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menyoroti lemahnya keterhubungan antara hasil riset perguruan tinggi dengan kebutuhan industri sebagai salah satu masalah utama dalam ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Jurang Kematian Inovasi dan Minimnya Kolaborasi
Brian menjelaskan bahwa banyak penelitian yang berakhir di jurnal ilmiah tanpa pernah masuk ke tahap implementasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
"Banyak penelitian yang berakhir di jurnal ilmiah tanpa pernah sampai ke tahap implementasi yang memberi manfaat bagi masyarakat. Fenomena ini sebagai jurang kematian," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa jurang kematian ini muncul karena hasil riset berhenti di tengah jalan akibat kurangnya kolaborasi yang kuat antara kampus dan dunia usaha.
Penyebab lain dari lemahnya implementasi riset adalah tidak terbentuknya ekosistem riset yang berkelanjutan.
Banyak riset mandek setelah pendanaan selesai, tanpa dilanjutkan menjadi produk, teknologi, atau kebijakan yang bisa diterapkan secara nyata.
"Kita punya begitu banyak penelitian yang potensial, tapi terlalu sedikit yang benar-benar dimanfaatkan. Kalau universitas tidak hadir di tengah industri, hasil riset akan berhenti sebagai tumpukan laporan. Perguruan tinggi harus turun tangan agar inovasi bisa hidup dan digunakan masyarakat," tegasnya.
Untuk itu, Brian menekankan pentingnya dukungan kelembagaan yang sistematis agar hasil riset dosen dapat terhubung dengan pengguna eksternal seperti pemerintah maupun sektor swasta.
Universitas didorong memiliki unit atau lembaga khusus yang berperan menjembatani hasil riset dengan mitra pengguna, termasuk dalam hal regulasi, perlindungan hak kekayaan intelektual, serta skema pendanaan lanjutan.
Dengan langkah ini, riset tidak hanya menjadi aktivitas akademik, tetapi solusi konkret bagi tantangan bangsa.
UMM Jadi Model Kampus Berdampak
Dalam forum yang sama, Brian Yuliarto menyoroti Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai contoh kampus yang memiliki potensi besar dalam menjembatani riset dan industri.
UMM dinilai memiliki kultur kolaboratif dan tradisi pengabdian yang kuat, yang dapat mendukung terbentuknya sistem inovasi yang berkelanjutan.
"Jika dikelola dengan baik, UMM dapat menjadi model kampus yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga produktif dalam menciptakan inovasi yang berdampak nyata bagi masyarakat dan industri," ungkapnya.
Wakil Mendiktisaintek, Fauzan, turut menyatakan bahwa UMM telah membangun fondasi kuat sebagai universitas yang tidak hanya mengejar prestasi akademik, tetapi juga dampak sosial.
Menurut Fauzan, dosen berperan penting dalam menciptakan budaya ilmiah progresif serta mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis dan produktif.
Ia menekankan pentingnya dosen keluar dari zona nyaman dan menempatkan ilmu pengetahuan sebagai alat perubahan sosial dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Rektor UMM, Prof. Nazaruddin Malik, menyambut baik arahan tersebut dan menegaskan komitmen UMM dalam mewujudkan konsep “kampus berdampak”.
"Kita ingin UMM dikenal bukan hanya karena kualitas akademiknya, tapi karena kebermanfaatannya bagi masyarakat. Setiap dosen adalah agen perubahan. Untuk itu, mari kita memperluas kolaborasi lintas bidang dan memperkuat riset yang memiliki nilai aplikatif," ujarnya.
Prof. Nazaruddin menegaskan bahwa “kampus berdampak” bukan sekadar slogan, tapi harus diwujudkan melalui kerja kolektif, pengabdian, dan inovasi berkelanjutan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf










