
Pantau - Kepala Badan Keahlian DPR RI, Bayu Dwi Anggono, mengungkapkan bahwa terdapat lima isu strategis yang menjadi perhatian utama dalam proses revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), khususnya di sektor pendidikan tinggi.
Bayu menjelaskan bahwa lima isu tersebut mencakup tata kelola perguruan tinggi, kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan, rekognisi pembelajaran lampau dan kredensial mikro, perlindungan hak mahasiswa, serta kesetaraan antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS).
"Tata kelola perguruan tinggi, termasuk kejelasan peran kementerian dan lembaga dalam penyelenggaraan pendidikan kedinasan", ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa penting untuk memperhatikan "kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan", serta memperkuat rekognisi atas pembelajaran lampau.
Menurutnya, perlindungan mahasiswa dari kekerasan, diskriminasi, dan kejahatan harus menjadi bagian dari regulasi yang ditegaskan secara hukum.
Ia juga menekankan pentingnya "kesetaraan antara PTN dan PTS, termasuk kesejahteraan universitas swasta dan satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat", ungkap Bayu.
Proses Revisi Dinilai Perlu Hati-Hati dan Libatkan Banyak Pihak
Bayu, yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember (Unej), menyebut bahwa proses revisi UU Sisdiknas tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.
Ia menyatakan bahwa "penyusunan undang-undang harus melibatkan banyak pemangku kepentingan guna mencapai sinkronisasi yang baik".
Bayu juga mengungkapkan bahwa UU Sisdiknas merupakan salah satu dari lima besar undang-undang yang paling sering diuji di Mahkamah Konstitusi, sehingga revisinya memerlukan perhatian serius.
Kemdiktisaintek Tekankan Isu Pendanaan, Kurikulum, dan Kesetaraan Politeknik
Staf Ahli Bidang Regulasi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Nur Syarifah, menyatakan bahwa kementeriannya juga memberi perhatian besar terhadap revisi UU Sisdiknas.
Ia menyoroti beberapa isu penting, yaitu "kesetaraan antara politeknik dan universitas", "mekanisme pendanaan pendidikan tinggi yang berkeadilan", "konsistensi kurikulum", dan "tata kelola pendidikan tinggi yang adaptif".
Nur mengusulkan agar alokasi pendanaan pendidikan diatur secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas.
"Alokasi pendanaan pendidikan minimal sebesar 20 persen dari APBN harus diatur secara jelas," ia mengungkapkan.
Menurutnya, pengaturan itu penting untuk menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan nasional.
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga konsistensi kurikulum agar tidak terlalu sering berubah dalam waktu singkat.
Selain itu, ia menyatakan bahwa tata kelola pendidikan tinggi perlu adaptif terhadap dinamika global yang terus berkembang.
Pentingnya Peran PTS dan Perlindungan Mahasiswa
Nur Syarifah menegaskan bahwa perhatian terhadap PTS tidak boleh diabaikan dalam penyusunan RUU Sisdiknas.
"Kesetaraan antara PTN dan PTS harus menjadi bagian dari semangat RUU Sisdiknas", ungkapnya.
Ia menekankan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memberikan dukungan nyata bagi pengembangan PTS.
Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya menjadikan satuan pendidikan sebagai "ruang yang aman dan nyaman untuk belajar".
Terkait hal itu, ia mendorong agar isu kekerasan di lingkungan pendidikan diatur secara tegas dalam RUU.
"Isu kekerasan perlu diatur secara tegas, bahkan diusulkan menjadi satu bab tersendiri dalam RUU Sisdiknas", tegasnya.
- Penulis :
- Shila Glorya








