
Pantau - Komisi III DPR RI bersama pemerintah menyepakati penghapusan ketentuan dalam draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang menetapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai penyidik utama.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam rapat Panitia Kerja (Panja) pembahasan RUU KUHAP yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 13 November 2025.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa penghapusan Pasal 6 dilakukan guna menyelaraskan materi RUU KUHAP dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada.
"Kita ingin agar materi dalam RUU KUHAP ini tidak tumpang tindih dengan aturan lain yang sudah berlaku. Misalnya, soal kedudukan Polri sebagai penyidik utama itu sudah diatur di dalam Undang-Undang Polri, jadi tidak perlu diulang lagi di sini," ungkapnya.
Hindari Tumpang Tindih Kewenangan
Penghapusan Pasal 6 dinilai sejalan dengan penghapusan pasal lain yang sebelumnya memuat ketentuan mengenai jaksa sebagai penuntut tertinggi.
Habiburokhman menegaskan, "Jadi prinsipnya, kita hindari pengaturan ganda agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan," ia mengungkapkan.
Panja RUU KUHAP sepakat bahwa Pasal 6 yang berisi klausa Polri sebagai penyidik utama tidak lagi dicantumkan dalam naskah RUU KUHAP yang sedang dibahas.
Dalam rancangan awal, Pasal 6 menyebutkan bahwa, "Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana."
Dengan dihapusnya ketentuan tersebut, arah pembahasan RUU KUHAP difokuskan untuk memperkuat koordinasi antarlembaga penegak hukum, tanpa menimbulkan tumpang tindih kewenangan dalam sistem peradilan pidana nasional.
- Penulis :
- Arian Mesa








