Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pemerintah Resmikan Kepemilikan Sah 16 Hektare Tanah Adat Skouw Yambe di Jayapura

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Pemerintah Resmikan Kepemilikan Sah 16 Hektare Tanah Adat Skouw Yambe di Jayapura
Foto: Foto bersama setelah kegiatan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemabatas) tanah ulayat di Kampung Skouw Yambe, Kota Jayapura, Rabu 19/11/2025 (sumber: ANTARA/Ardiles Leloltery)

Pantau - Pemerintah Kota Jayapura menyatakan bahwa lahan seluas 16 hektare milik masyarakat adat Skouw Yambe di Distrik Muara Tami kini telah memiliki status hukum yang sah dan diakui oleh negara.

Penetapan tapal batas kepemilikan tersebut dilakukan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dalam kegiatan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemabatas) tanah ulayat di Jayapura pada Rabu, 19 November 2025.

Pengakuan Hukum Lindungi Hak Adat

Wakil Wali Kota Jayapura, Rustan Saru, menyampaikan bahwa penetapan status ini berarti masyarakat luar Kampung Skouw Yambe tidak lagi memiliki dasar hukum untuk mengklaim lahan tersebut.

"Jadi status hukumnya jelas, dan jika ada warga yang ingin membuat sertifikat kepemilikan lahan ini maka akan tertolak oleh sistem dari pada Badan Pertanahan Nasional," ungkapnya.

Rustan menambahkan bahwa pengakuan resmi ini merupakan langkah penting untuk memperkuat posisi hukum masyarakat adat atas tanah yang mereka miliki secara turun-temurun.

Ia juga menyampaikan harapannya agar seluruh tanah ulayat di Kota Jayapura dapat segera didaftarkan atas nama suku atau komunitas adat.

"Hal ini penting supaya ke depan tidak ada lagi saling klaim antara masyarakat adat terkait kepemilikan tanah," ujarnya.

Negara Akui Hak Komunal Masyarakat Adat

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa pencatatan tanah ulayat oleh negara bukan untuk mengambil alih hak masyarakat adat.

"Justru negara mengakui hak komunal masyarakat adat, tapi dicatatkan supaya negara paham dan negara mengerti bahwa ini milik adat," ia mengungkapkan.

Menurutnya, pencatatan ini juga bertujuan agar hak-hak masyarakat adat dapat tercatat dengan jelas dan memiliki perlindungan hukum dari potensi konflik atau sengketa di masa mendatang.

Langkah ini diharapkan menjadi awal dari perlindungan hukum yang lebih luas terhadap wilayah-wilayah adat di Papua dan wilayah lain di Indonesia.

Penulis :
Leon Weldrick