
Pantau - Ketua Badan Anggaran (Banggar) MPR RI, Melchias Markus Mekeng, menyatakan bahwa penerbitan obligasi daerah dapat menjadi solusi rasional bagi pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan, terutama menyusul pemangkasan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026.
Mandiri Secara Fiskal: Alternatif di Tengah Pemangkasan Anggaran
Dalam diskusi bertema “Obligasi Daerah Sebagai Salah Satu Alternatif Pembiayaan Daerah dan Instrumen Investasi Publik” yang digelar di Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Kota Manado, Rabu, Mekeng menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto sedang mendorong kemandirian fiskal daerah.
"Presiden mulai melatih daerah untuk mandiri. Daerah jangan hanya mengandalkan anggaran dari pusat. Salah satu alternatif pembiayaan pembangunan adalah obligasi daerah," ungkapnya.
Menurutnya, tanpa pembiayaan alternatif yang kuat, pertumbuhan ekonomi daerah bisa melambat dan memberi efek negatif terhadap perekonomian nasional.
Ia menambahkan bahwa obligasi daerah bukan hanya membantu pembiayaan pembangunan, tetapi juga bisa menjadi instrumen investasi publik.
"Publik bisa menjadikan obligasi daerah sebagai alternatif investasi selain deposito atau saham. Seperti ada Obligasi Ritel Indonesia (ORI), obligasi daerah pun bisa dibuat dalam format serupa," ujarnya.
Partisipasi Publik dan Penguatan Tata Kelola Keuangan Daerah
Mekeng menekankan bahwa penerbitan obligasi daerah adalah bentuk partisipasi langsung masyarakat dalam pembangunan.
"Itu titik tekannya. Masyarakat diajak berpartisipasi membangun daerah," tegasnya.
Ia meyakini bahwa semua daerah di Indonesia memiliki potensi ekonomi untuk menerbitkan obligasi, mulai dari sektor tambang, emas, hingga pariwisata.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya pembenahan tata kelola keuangan daerah sebelum obligasi daerah bisa diterbitkan secara luas.
Beberapa aspek yang harus dibenahi adalah pembukuan yang rapi dan aparatur yang kompeten dalam mengelola keuangan daerah.
"Orang-orang yang mengelola keuangan harus betul-betul mengerti. Dengan pengawasan berbagai institusi termasuk OJK, penyimpangan terhadap APBD akan semakin sulit terjadi," katanya.
Mekeng menambahkan bahwa DPR memberi perhatian besar terhadap wacana ini dan terbuka untuk membentuk regulasi atau undang-undang khusus mengenai obligasi daerah.
Langkah awalnya adalah menyusun naskah akademis untuk diajukan sebagai inisiatif legislatif.
"Langkah awalnya adalah menyusun naskah akademis. Setelah itu dibawa ke DPR untuk menjadi inisiatif, lalu dibahas bersama pemerintah," ujarnya.
Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian penjaringan aspirasi publik yang juga akan digelar di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Sumatera Utara.
"Saya berharap gong-nya nanti, naskah akademis bisa kita serahkan pada Maret tahun depan di Jakarta," tutup Mekeng.
- Penulis :
- Aditya Yohan








