HOME  ⁄  Nasional

Lindungi Pantura, Prabowo Bentuk Badan Otorita Khusus: Waspadai Solusi Tunggal Tanggul Laut

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Lindungi Pantura, Prabowo Bentuk Badan Otorita Khusus: Waspadai Solusi Tunggal Tanggul Laut
Foto: (Sumber : Ilustrasi. Nelayan bersiap menyandarkan perahunya di Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah, yang menjadi bagian dari pantura Jawa, Minggu (9/11/2025). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom..)

Pantau - Presiden Prabowo Subianto kembali mengambil langkah strategis untuk melindungi Pulau Jawa dari ancaman tenggelam dengan membentuk Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa (BOPPJ) yang dirancang mengeksekusi pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall.

Pulau Jawa Terancam: Jakarta hingga Demak Alami Intrusi Laut

Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap kawasan pesisir pantai utara (pantura) Pulau Jawa yang semakin rentan akibat banjir, abrasi, penurunan muka tanah, dan kenaikan muka air laut.

Beberapa wilayah seperti Jakarta, Semarang, dan Demak telah kehilangan sebagian kawasan pesisir akibat intrusi air laut.

Langkah ini dinilai terlambat, mengingat perlindungan pantura idealnya sudah dilakukan sejak 10 hingga 20 tahun lalu.

Untuk mengejar keterlambatan, Presiden Prabowo membentuk BOPPJ pada akhir Agustus 2025, yang diharapkan menjadi lembaga eksekutor utama dalam upaya perlindungan pantai utara Jawa.

Badan ini direncanakan mengeksekusi gagasan pembangunan tanggul laut raksasa sebagai solusi utama menghadapi ancaman pesisir.

Kritik: Hindari Pendekatan Tertutup dan Solusi Tunggal

Secara filosofi, upaya pemerintah melindungi pantai patut diapresiasi dan didukung.

Namun penyebutan BOPPJ sebagai hanya Badan Otorita Tanggul Laut Pantai Jawa dinilai menyempitkan makna tugas lembaga ini dan mengaburkan cakupan perlindungan pesisir secara menyeluruh.

Narasi tersebut menguatkan persepsi bahwa pemerintah hanya berfokus pada pembangunan giant sea wall sebagai pendekatan tunggal dalam mitigasi risiko pesisir.

Solusi tunggal seperti ini dikhawatirkan menimbulkan gelombang penolakan dari masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi lingkungan.

Proyek tanggul laut juga dianggap mahal, tertutup, dan tidak mempertimbangkan kompleksitas kawasan pesisir Indonesia secara utuh.

Perlindungan pesisir semestinya tidak hanya soal pembangunan fisik, tetapi harus berdasarkan kerangka pikir menyeluruh yang menghindari pendekatan single method solution.

Indonesia memiliki garis pantai sangat panjang dengan keragaman geomorfologi, seperti delta lumpur, pesisir berkarang, kawasan mangrove, hingga kota-kota besar yang mengalami penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah.

Dengan kondisi tersebut, pendekatan tunggal tidak dapat dipaksakan karena tidak sesuai dengan karakteristik lokal.

Kawasan pantura membutuhkan model perlindungan yang menggabungkan rekayasa struktur, solusi berbasis alam, pengelolaan sedimen, dan tata kelola ruang secara terpadu.

Sayangnya, pesan penting ini sering tenggelam dalam debat publik karena istilah dan narasi pemerintah menyederhanakan persoalan pesisir menjadi sekadar proyek tanggul laut.

Negara-negara yang sukses mengelola risiko pesisir seperti Belanda, Jepang, Bangladesh, dan Vietnam menerapkan pendekatan perlindungan berlapis.

Mereka memadukan tanggul, sabuk hijau mangrove, pengaturan tata air, pemulihan lahan basah, dan manajemen pemompaan air tanah secara terintegrasi.

Penulis :
Aditya Yohan