
Pantau - Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan bahwa perubahan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan KUHP harus diiringi perubahan budaya hukum agar tidak menjadi alat yang menakutkan masyarakat, melainkan sistem yang menjamin keadilan.
"Perubahan pada KUHP dan KUHAP harus diikuti perubahan pada budaya hukum. Kita ingin sistem hukum yang memberi rasa keadilan kepada rakyat, bukan alat menakut-nakuti masyarakat," ungkapnya.
KUHAP Baru Jadi Tonggak Reformasi Hukum Nasional
Bamsoet menyebut pengesahan KUHAP baru sebagai momentum besar bagi reformasi sistem peradilan pidana nasional.
Menurutnya, KUHAP baru menghadirkan berbagai perubahan penting dalam proses penegakan hukum.
Beberapa perubahan tersebut meliputi penguatan kontrol pengadilan terhadap penahanan dan upaya paksa, perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan korban, serta penerapan teknologi digital dalam pembuktian dan persidangan.
Ia menjelaskan bahwa integrasi sistem e-evidence, e-BAP, dan e-court akan membuka ruang transparansi yang lebih besar dan menekan potensi penyalahgunaan kewenangan.
Bamsoet juga menyatakan bahwa reformasi ini selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan supremasi hukum sebagai fondasi utama pembangunan nasional.
"Presiden ingin menghadirkan penegakan hukum modern, terukur, dan akuntabel. KUHAP adalah instrumen kunci yang mengawal implementasi KUHP dalam praktik," ia mengungkapkan.
Restorative Justice dan Tantangan Lapas Overkapasitas
Dalam KUHP baru, Bamsoet juga menyoroti paradigma baru dalam pemidanaan, yakni keadilan restoratif (restorative justice), sebagai pendekatan yang lebih manusiawi dan rasional.
Menurutnya, pendekatan ini merupakan solusi strategis terhadap masalah overkapasitas lembaga pemasyarakatan.
Data dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) pada pertengahan 2025 mencatat jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan melebihi 270 ribu orang, sementara kapasitas ideal hanya sekitar 135 ribu orang.
Dengan demikian, terjadi kelebihan kapasitas lebih dari 200 persen.
Fakta ini memperlihatkan bahwa pendekatan pemidanaan lama mengalami stagnasi dan tidak menyelesaikan akar permasalahan.
"Restorative justice menawarkan keadilan yang lebih manusiawi dan rasional. Pemulihan sosial jauh lebih bermanfaat daripada menambah penuh penjara. KUHP dan KUHAP memberikan arah bagi masa depan pemidanaan yang lebih beradab," tegas Bamsoet.
Ia menekankan pentingnya pelaksanaan setiap pasal substansial dalam KUHP baru secara adil, efektif, dan berlandaskan hak asasi manusia melalui prosedur yang jelas.
KUHAP baru, lanjutnya, harus berfungsi sebagai penjaga agar tidak ada penyimpangan dan setiap warga negara tetap mendapatkan keadilan.
Ia juga mengingatkan bahwa pelembagaan hukum baru membutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan transformasi kelembagaan.
Pembangunan sistem data penegakan hukum yang terintegrasi, termasuk pembangunan National Criminal Database dan modernisasi infrastruktur digital, disebutnya sebagai prioritas yang harus diutamakan oleh pemerintahan Presiden Prabowo.
- Penulis :
- Shila Glorya







