
Pantau - Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia, Dato' Indera Hermono, mengingatkan seluruh warga negara Indonesia agar tidak mencoba bekerja di Malaysia secara nonprosedural atau tanpa izin resmi, karena berisiko tinggi dan dapat membahayakan keselamatan diri.
Imbauan Dubes Hermono: Jangan Coba-Coba Bekerja Secara Ilegal
Imbauan ini disampaikan Dubes Hermono dalam sesi podcast Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur pada Minggu, 23 November 2025.
Hermono menegaskan bahwa bekerja tanpa melalui prosedur resmi sangat berisiko, terutama bagi warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di sektor domestik atau rumah tangga.
"Jadi teman-teman jangan coba-coba masuk ke Malaysia untuk bekerja dengan cara melanggar aturan. Jangan kerja kosongan lah istilahnya," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah Malaysia dalam setahun terakhir semakin gencar melakukan operasi penegakan hukum terhadap pendatang asing tanpa izin (PATI).
Pendatang ilegal yang tertangkap akan langsung dideportasi ke negara asal atau ke bandara keberangkatan.
Sering kali, proses pemulangan memakan waktu lama sehingga PATI terpaksa menginap di bandara dalam kondisi tidak nyaman sambil menunggu penerbangan pulang.
"Pada beberapa bulan terakhir ini saya sering mendapatkan laporan dari masyarakat ataupun dari otoritas di Malaysia, banyak warga negara kita yang ditolak masuk ke Malaysia, istilahnya NTL, not to land, tidak diizinkan untuk masuk ke Malaysia, karena dicurigai akan bekerja," jelasnya.
Malaysia kini memperketat pengawasan imigrasi melalui pembentukan agensi baru bernama Agensi Kawalan dan Perlindungan Sempadan (AKPS).
"Jadi jangan coba-coba masuk ke Malaysia untuk bekerja tetapi tidak sesuai prosedur karena kemungkinan akan ditolak masuk atau di-NTL, not to land," ia mengungkapkan.
Dubes Hermono mengimbau WNI yang ingin bekerja di Malaysia untuk mengikuti jalur legal agar terhindar dari kerugian dan persoalan hukum.
Risiko Berat dan Kasus Nyata Pekerja Nonprosedural
Pekerja nonprosedural sangat rentan terhadap berbagai risiko, di antaranya tidak mendapatkan gaji, mengalami penganiayaan, serta kesulitan mengakses layanan kesehatan karena tidak memiliki izin tinggal dan kerja.
"Kami banyak menerima pengaduan masyarakat, orang-orang kita yang sakit di sini, tidak ada yang membiayai, karena tidak ada permitnya. Kalau ada permitnya kan ada asuransinya," ujarnya.
KBRI dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Malaysia terus berupaya memberikan bantuan kepada WNI bermasalah, namun keterbatasan anggaran menjadi tantangan tersendiri.
Hermono kembali menegaskan agar tidak ada lagi WNI yang bekerja secara nonprosedural, terutama di sektor domestik yang dinilai paling berisiko.
"Terutama bagi mereka mbak-mbak (perempuan) ya, yang kerja di rumah tangga. Jangan sekali-kali kosongan. Saya ingatkan jangan sekali-kali kerja kosongan di sektor rumah tangga. Karena ini risikonya jauh-jauh lebih besar," tegasnya.
Beberapa kasus serius telah terjadi, seperti WNI yang tidak dibayar selama 21 tahun dan ada yang disiram air panas oleh majikan hingga mengalami luka permanen.
Data dari KBRI menunjukkan bahwa sekitar 95 persen kasus penganiayaan dan penelantaran dialami oleh perempuan di sektor rumah tangga, dan 97 persen di antaranya adalah pekerja nonprosedural.
"Kalau yang laki-laki, apalagi bekerja di perusahaan, di restoran, relatif aman," jelasnya.
Masalah pekerja rumah tangga nonprosedural disebut Hermono sebagai akar utama permasalahan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Indonesia dan Malaysia sebenarnya telah memiliki nota kesepahaman (MoU) mengenai perlindungan PMI di sektor domestik.
Namun MoU tersebut akan sia-sia apabila masih banyak PMI yang bekerja tanpa prosedur resmi.
"Ikut jalur yang benar sesuai prosedur itu jauh lebih murah biayanya dibandingkan nonprosedural. Karena jika sesuai prosedur, majikan tidak boleh memungut biaya. Tapi kalau secara nonprosedural pasti dipotong, minimal kena enam bulan potongannya," katanya.
Dalam wawancara terpisah dengan kantor berita ANTARA, Hermono juga mendorong pemerintah Indonesia, khususnya imigrasi, untuk memperketat pengawasan terhadap calon PMI dengan metode profiling yang ketat.
Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah pekerja migran nonprosedural di luar negeri, khususnya di Malaysia.
- Penulis :
- Gerry Eka








