
Pantau - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa rencana strategis Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (renstra migas) dapat dijadikan dasar dalam penyusunan Rencana Umum Penyediaan Minyak dan Gas (RUPMG).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menjelaskan bahwa renstra migas bisa diterjemahkan lebih detail ke dalam RUPMG.
"Bisa dari situ (renstra) sebenarnya. Cuma dari situ ditarik, dibikin lebih detail lagi," ungkapnya.
Usulan Rencana Umum Jadi Payung Hukum Investasi
Pernyataan Laode merespons usulan dari Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, mengenai pentingnya penyusunan Rencana Umum Minyak dan Gas Bumi Nasional (RUMGN) dan RUPMG agar diatur dalam Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas).
Simon menyampaikan bahwa RUMGN dan RUPMG dibutuhkan untuk menjadi payung hukum investasi migas.
Ia menekankan pentingnya dokumen tersebut karena dapat mengacu pada target kebijakan energi nasional serta rencana umum energi nasional.
Sebagai pembanding, Simon merujuk pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang telah digunakan oleh PLN sebagai pedoman dalam perencanaan kelistrikan nasional.
Pentingnya Dokumen Perencanaan Umum
Berdasarkan pengalamannya, Laode mengakui bahwa dokumen seperti RUPTL sangat penting dalam perencanaan penyediaan energi secara keseluruhan.
"Saya belum bicara soal RUPMG ya. Tapi, kalau pengalaman saya dengan RUPTL, memang itu penting untuk menetapkan rencana yang real," ia mengungkapkan.
Menurut Laode, rencana umum perlu disusun untuk setiap periode waktu tertentu agar arah kebijakan lebih terstruktur.
Meski diakui bahwa rencana tersebut dapat mengalami revisi di tengah jalan, namun ia menegaskan pentingnya memiliki dokumen dasar terlebih dahulu.
"Memang rencana itu setiap tahun kadang ada revisi, tetapi yang penting ada dulu," ucap Laode.
RUU Migas Masih Dibahas DPR
Usulan untuk memasukkan RUMGN dan RUPMG ke dalam RUU Migas disampaikan oleh Simon dalam forum bersama Komisi XII DPR RI.
Komisi XII DPR saat itu tengah meminta masukan dari Pertamina dalam rangka revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Revisi dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan beberapa pasal dalam UU tersebut melalui Putusan Nomor 36/PUU-X/2012.
Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa sejumlah ketentuan dalam UU Migas bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 33 tentang penguasaan negara atas sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat.
- Penulis :
- Arian Mesa








