Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Literasi Psikologis-Spiritual Jadi Jawaban atas Meningkatnya Krisis Mental di Tengah Masyarakat Indonesia

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Literasi Psikologis-Spiritual Jadi Jawaban atas Meningkatnya Krisis Mental di Tengah Masyarakat Indonesia
Foto: (Sumber : Buku-buku karya Chichi Sukarjo yang memperkenalkan konsep hidup yang menjadi fondasi program self-healing. ANTARA/HO-GREAT Institute..)

Pantau - Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan psikologis yang semakin kompleks, dipicu oleh tekanan ekonomi, tuntutan sosial, perubahan dinamika keluarga dan pekerjaan, serta perkembangan teknologi yang sangat cepat.

Situasi ini membuat banyak individu merasa kehilangan ruang untuk bernapas dan kesulitan menemukan ketenangan dalam kehidupan sehari-hari.

Riset menunjukkan bahwa kesehatan mental masyarakat semakin rentan, terutama di kalangan generasi muda, namun tidak terbatas pada kelompok usia tersebut.

Masalah serupa juga dialami oleh orang tua, lansia, serta generasi produktif yang kerap terjebak di antara tuntutan hidup dan kebutuhan pribadi yang terabaikan.

Luka Batin Jadi Isu Sosial, Bukan Sekadar Masalah Pribadi

Ketahanan bangsa selama ini lebih banyak ditopang oleh pembangunan ekonomi dan kecerdasan intelektual, padahal kekuatan psikologis dan spiritual masyarakat juga memegang peranan penting.

Literasi psikologis yang selama ini berkembang umumnya terbatas di ruang-ruang formal seperti teori akademik dan layanan profesional.

Namun pengetahuan dasar tentang cara mengenali, mengelola, dan menenangkan batin masih belum menyebar luas di tengah masyarakat.

Akibatnya, banyak individu tidak tahu bagaimana menghadapi rasa sakit batin dan akhirnya memilih memendamnya dalam diam.

Luka batin yang tidak tertangani dapat berkembang menjadi kemarahan, kecemasan, atau bahkan perilaku menyakiti diri sendiri maupun orang lain.

Hal ini menjadikan isu kesehatan mental bukan sekadar persoalan individu, tetapi persoalan sosial yang perlu ditangani secara kolektif.

Gerakan Literasi Psikologis-Spiritual Tawarkan Ruang Pemulihan

Sebagai respons atas kondisi tersebut, kini mulai berkembang gerakan literasi psikologis-spiritual yang mendapat perhatian lebih luas.

Gerakan ini bertujuan membuka ruang bagi individu untuk memahami batinnya, menerima luka yang belum sembuh, dan mencintai dirinya sendiri secara utuh.

"Gerakan ini mengajarkan orang mencintai dirinya apa adanya dan tetap melangkah walau membawa luka yang belum sembuh," ungkap salah satu pegiat gerakan tersebut dalam forum diskusi psikologi baru-baru ini.

Spiritualitas dalam konteks ini tidak selalu berkaitan dengan agama, tetapi lebih kepada hubungan mendalam manusia dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan seperti kasih sayang, harapan, ketenangan, dan keyakinan bahwa hidup selalu layak untuk diteruskan.

Indonesia saat ini dinilai perlu membangun budaya yang mengizinkan setiap individu menjadi rentan tanpa takut dihakimi, memberi ruang untuk menangis tanpa dianggap lemah, dan mendorong kepedulian antar sesama karena setiap orang sedang menghadapi “perangnya” masing-masing.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Tria Dianti