Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Impor Barang White Label Dinilai Lebih Bahaya dari Baju Bekas, UMKM Tertekan di Pasar Domestik

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Impor Barang White Label Dinilai Lebih Bahaya dari Baju Bekas, UMKM Tertekan di Pasar Domestik
Foto: Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman melakukan pertemuan dengan media secara terbatas di Kantor Kementerian UMKM RI, Jakarta, Senin 24/11/2025 (sumber: ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)

Pantau - Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, menyatakan bahwa impor barang baru tanpa merek atau label (white label) menjadi tantangan serius bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia, bahkan lebih kompleks dari persoalan impor baju bekas.

Barang Legal Tapi Ilegal, UMKM Terjepit di Tengah Serbuan White Label

"Yang menghantam produk UMKM kita itu bukan cuma barang impor baju bekas, tetapi ada satu lagi yang juga dia menghantam produk-produk UMKM dalam negeri kita, yaitu impor barang-barang baru (tanpa merek)," ungkap Maman.

Menurutnya, persoalan white label lebih rumit dari impor barang bekas karena secara regulasi barang tersebut tidak melanggar aturan.

"Positioning-nya begini, kalau mengimpor barang bekas itu sudah jelas melanggar aturan, sementara kalau mengimpor barang baru, memang tidak ada," ia menjelaskan.

Oleh karena itu, Maman menyebut kondisi ini sebagai situasi "barang ilegal tapi legal, barang legal tapi ilegal".

Barang white label yang masuk ke Indonesia tidak hanya berupa pakaian jadi, tetapi juga mencakup produk lain seperti alas kaki, jam tangan, hingga jilbab.

"Nah, ini masuk dalam jumlah banyak, yang akhirnya akan membanjiri market domestik kita," kata Maman menegaskan dampak serius dari lonjakan barang-barang tersebut.

Perlu Koordinasi Lintas Lembaga, Regulasi Masih Abu-Abu

Maman menyatakan bahwa penanganan terhadap impor barang white label tidak bisa hanya ditangani oleh Kementerian UMKM.

"Tentunya, ini enggak bisa hanya sekedar dari kita Kementerian UMKM. Ini perlu tingkat koordinasi lintas institusi karena ada ruang abu-abu yang memang dalam konteks barang-barang ini, dan jumlahnya lebih banyak dari baju impor bekas. Lebih banyak, dan produknya juga lebih variatif," ujarnya.

Ia menilai langkah lebih lanjut bisa dilakukan apabila penindakan terhadap impor barang bekas dijalankan secara konsisten oleh Bea Cukai dan instansi terkait lainnya.

"Kalau dari sisi Kementerian UMKM, saya harus menyampaikan realitas ini, bahwa salah satu yang membuat produk-produk UMKM kita sulit sekali tumbuh, industri-industri domestik lokal kita sulit sekali tumbuh, ya karena tadi dibanjiri dengan dua arus besar ini yakni arus barang dan baju impor bekas dengan barang-barang yang baru tanpa merek, sehingga ruang itu menjadi abu-abu," ungkapnya.

Maman menegaskan pihaknya kini mulai memfokuskan perhatian juga terhadap masuknya barang-barang white label.

"Nah, kita sudah mulai fokus juga ke situ. Jadi, bukan hanya sekadar fokus di baju impor bekasnya, tapi yang di sini (impor barang white label) juga kita sudah harus mulai fokus," katanya.

Penulis :
Leon Weldrick