
Pantau - Komisi V DPR RI menegaskan pentingnya percepatan pembangunan akses menuju Stasiun Kereta Cepat Karawang guna memastikan layanan kereta cepat optimal dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Peninjauan Aksesibilitas dan Infrastruktur Pendukung
Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI pada 28 November 2025 dilakukan untuk meninjau perkembangan aksesibilitas serta kesiapan infrastruktur pendukung Proyek Strategis Nasional Kereta Cepat.
Kunjungan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi V DPR, Roberth Rouw, bersama Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa.
Keduanya menekankan bahwa percepatan pembangunan akses menjadi kunci agar keberadaan stasiun memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan kawasan industri.
Roberth menegaskan bahwa Stasiun Karawang harus memberikan manfaat langsung bagi kawasan industri dan masyarakat luas.
Pembangunan akses dinilai harus dipercepat dan diperluas oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pihak pengembang.
“Kami ingin memastikan Stasiun Kereta Cepat Karawang benar-benar bermanfaat. Akses menuju stasiun harus dibuka, baik oleh pemerintah daerah maupun pengembang,” ungkapnya.
Roberth mengapresiasi inisiatif kawasan industri yang telah membangun jembatan di Kali Cibeet sebagai kontribusi terhadap pengembangan akses.
Komisi V meminta Kementerian PUPR mempercepat pembebasan lahan untuk akses tol langsung dari KM 42.
Target pembebasan lahan ditetapkan selesai pada tahun 2026 agar pembangunan konstruksi dapat dimulai pada 2027.
Roberth menegaskan bahwa percepatan ini penting agar kereta cepat dapat beroperasi efektif dan tidak menjadi beban negara.
Selain Karawang, Roberth juga menyoroti akses menuju Stasiun Padalarang dan Tegalluar yang masih macet dan berliku.
Ia menyatakan bahwa jalur kereta cepat tetap harus diselesaikan hingga masuk ke Kota Bandung sesuai rencana awal.
“Kalau akses mudah, jumlah penumpang pasti naik dan kawasan baru bisa tumbuh. Pemerintah juga sedang membangun tiga juta rumah, itu perlu didukung akses transportasi yang baik,” ungkapnya.
Roberth menegaskan agar pengoperasian kereta reguler di Karawang tetap berjalan untuk memastikan masyarakat kecil tetap mendapatkan layanan transportasi.
Tantangan Akses dan Potensi Ekonomi Kawasan
Dalam kesempatan yang sama, Saan Mustopa menyatakan bahwa persoalan utama kereta cepat bukan pada kecepatan atau jarak tempuh, tetapi akses menuju dan keluar dari stasiun.
“Dari Halim ke Karawang cuma 15 menit, tapi dari stasiun ini ke rumah saya bisa 2 jam. Ini kan masalah akses,” ungkapnya.
Saan menjelaskan bahwa ia mengikuti perkembangan kereta cepat sejak awal dan turut membantu penyelesaian hambatan di daerah.
Ia menilai analisis bisnis kereta cepat tidak dapat hanya bergantung pada jumlah penumpang, tetapi juga pada ekosistem kawasan seperti Transit Oriented Development atau TOD.
Akses yang belum memadai dinilai membuat potensi ekonomi Karawang belum tergarap optimal, termasuk pengembangan Grand Outlet yang direncanakan sebagai pusat belanja internasional.
“Ada Grand Outlet, tapi mau ke sananya muter-muter lewat jalan kecil. Mobil besar saja tidak bisa masuk. Kalau akses baik, orang Jakarta dan Bekasi bisa datang dengan cepat dan membawa dampak ekonomi besar,” ungkapnya.
Saan menyoroti perlunya konsistensi perencanaan nasional mengingat beberapa megaproyek sebelumnya seperti bandara Karawang dan pelabuhan Cilamaya gagal terlaksana akibat perubahan kebijakan.
Saan dan Roberth sepakat bahwa pemerintah perlu mempercepat penyediaan akses tol, jalan utama, serta integrasi transportasi menuju Stasiun Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.
Tanpa percepatan akses, kereta cepat dinilai tidak akan mencapai target penumpang dan manfaat ekonominya tidak akan maksimal.
Saan menyampaikan apresiasi kepada Komisi V, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, dan pihak Kereta Api Cepat atas upaya peningkatan konektivitas.
“Karawang adalah kawasan industri internasional dan sangat strategis. Saya harap semua pihak terus mendorong percepatan pembangunan akses agar manfaat kereta cepat benar-benar dirasakan masyarakat,” ungkapnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf







