
Pantau - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan lima strategi prioritas yang akan dibahas dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) 2025 yang digelar pada 1–2 Desember 2025 di Hotel Park Hyatt Jakarta.
Rangkaian pra-acara Rapimnas dijadwalkan berlangsung lebih awal pada 30 November 2025.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, menyatakan bahwa lima rekomendasi tersebut masih bersifat awal dan terbuka untuk penyempurnaan sebelum ditetapkan secara final.
"Jadi apa saja yang menjadi rekomendasi kebijakan, cuma lima yang dirancang. Nanti silakan diubah, diganti, ditambah, atau dikurangi," ungkapnya.
Lima Strategi Prioritas: Dari Lapangan Kerja hingga Perdagangan Internasional
Strategi pertama menekankan penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kadin memberi perhatian khusus pada dua program pemerintah: Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan 3 juta rumah.
Melalui program MBG, Kadin ingin memperkuat rantai pasok lokal dengan melibatkan UMKM sebagai pemasok bahan makanan.
Sementara itu, untuk proyek pembangunan rumah, Kadin mendorong reformasi perizinan dan perluasan akses pembiayaan informal.
Reformasi vokasi juga menjadi bagian dari strategi ini, dengan menekankan pentingnya perencanaan tenaga kerja nasional berbasis kebutuhan industri.
Kadin mengusulkan pembentukan industrial advisory board di setiap perguruan tinggi dan sekolah vokasi guna mengatasi mismatch tenaga kerja.
Rekomendasi kedua menyoroti pentingnya peningkatan produktivitas nasional agar Indonesia bisa bersaing secara global.
Anindya mencontohkan perbandingan tarif perdagangan dengan Amerika Serikat, "Contohnya negosiasi tarif dengan AS. Beda dengan tetangga, kita (tarif) 19 persen, yang lain lebih tinggi 1, 2, 3, 4 persen. Tapi apa artinya kalau misalnya produktivitas kita rendah, lalu biaya logistik tinggi dan regulasi tidak mendukung," ia mengungkapkan.
Kadin mendorong penerapan master plan produktivitas nasional dan peninjauan kembali sistem pengupahan agar lebih terkait dengan produktivitas, bukan hanya inflasi.
Langkah ini dinilai penting untuk menjaga kelangsungan industri padat karya dan mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Rekomendasi ketiga berfokus pada kolaborasi riset dan pengembangan (R&D) antara BRIN dan dunia usaha.
Kadin mendorong penyesuaian program studi yang didukung oleh LPDP dengan kebutuhan industri.
Selain itu, proses klaim super tax deduction untuk kegiatan R&D disarankan agar disederhanakan agar lebih mudah diakses oleh pelaku industri.
Strategi keempat diarahkan pada peningkatan investasi melalui sinkronisasi sistem OSS yang berbasis sistem (system-based), bukan individu (person-based), demi meningkatkan kepastian berusaha.
Rekomendasi kelima menyoroti pentingnya perlindungan pasar dalam negeri dan perluasan akses ekspor.
Kadin mendukung langkah tegas Satgas impor ilegal dan penerapan trade remedies seperti antidumping dan safeguard untuk menghadapi praktik perdagangan curang.
Untuk mendorong ekspor, Kadin mendorong promosi produk Indonesia dan pendampingan bagi UMKM dalam memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dan kerja sama ekonomi komprehensif (CEPA).
Kadin juga mendorong keterlibatan aktif dalam diplomasi dan negosiasi dagang pemerintah.
"Kita tentu tahu di Kadin, Pak Presiden membuka (akses) pasar yang bagus di Kanada, Uni Eropa, Peru, dan lain-lain untuk bisa berdagang," ujar Anindya.
Tiga Hambatan Struktural dan Pentingnya Reformasi Kebijakan
Selain lima rekomendasi tersebut, Kadin juga menyoroti tiga hambatan utama dunia usaha yang perlu segera ditangani.
Hambatan pertama adalah masalah investasi, termasuk tingginya incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia.
"Karena itu ICOR kita kan, kalau bahasa canggihnya itu kan tinggi. Tapi singkat kata, yang 6,3 (ICOR) itu tinggi, butuh (investasi) 6 dolar untuk menghasilkan (output) 1 dolar," jelas Anindya.
Hambatan kedua adalah tingginya tingkat pengangguran usia muda yang mencapai sekitar 17 persen.
"Ini enggak gampang karena dengan gen z besar kuenya (populasi) ada di Indonesia. Ini enggak bisa dibiarkan," ujar Anindya.
Hambatan ketiga adalah menurunnya kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang kini hanya sekitar 19 persen.
Anindya menegaskan bahwa jika Indonesia ingin tumbuh 5–8 persen dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, maka hambatan-hambatan struktural tersebut harus diatasi melalui kebijakan yang terukur dan konsisten.
- Penulis :
- Leon Weldrick







