
Pantau - DPR RI menyampaikan bahwa seluruh norma dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan masih konstitusional dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi pada Senin, 1 Desember 2025.
Anggota Komisi III DPR, Martin D. Tumbelaka, mewakili DPR dalam penyampaian keterangan tersebut secara virtual dari Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Senayan, Jakarta.
Martin menegaskan bahwa ketentuan dalam UU Kelautan, khususnya yang mengatur keberadaan dan kewenangan Badan Keamanan Laut (Bakamla), tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Menurutnya, dalil yang diajukan oleh para pemohon lebih menyangkut pelaksanaan teknis di lapangan dan bukan menyangkut inkonstitusionalitas norma yang diatur dalam undang-undang tersebut.
"DPR memandang dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum. Persoalan yang dikemukakan lebih bersifat operasional, bukan pertentangan norma dengan UUD 1945," ungkapnya.
Latar Belakang Pembentukan Bakamla
Martin menjelaskan bahwa Bakamla dibentuk sebagai Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) setelah dievaluasi lemahnya koordinasi pengamanan laut sebelum lahirnya UU Kelautan.
Sebelumnya, pengamanan laut mengandalkan Bakorkamla yang dinilai tidak efektif karena pola koordinasinya bersifat sektoral.
Melalui UU Kelautan, Bakamla kemudian ditetapkan sebagai institusi yang bertanggung jawab atas fungsi pengawasan dan patroli keamanan laut, serta menjadi lembaga koordinasi tunggal.
Martin menambahkan bahwa penetapan Bakamla merupakan hasil dari pilihan politik hukum yang sah dan sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional.
"Pembentukan Bakamla bertujuan memperkuat tata kelola keamanan laut. Fungsi koordinatifnya tidak menghilangkan kewenangan lembaga lain seperti TNI AL atau Polri, melainkan mempertegas hubungan kerja antar instansi," ia mengungkapkan.
Martin juga menekankan bahwa masing-masing instansi tetap memiliki kewenangannya, sementara Bakamla bertugas untuk mengoordinasikan kerja sama antarinstansi agar tidak terjadi tumpang tindih yang merugikan negara.
DPR Minta MK Tolak Gugatan dan Jaga Keamanan Laut Nasional
Dalam keterangannya, Martin menyampaikan bahwa permintaan pemohon untuk membatalkan sejumlah pasal dalam UU Kelautan bisa berdampak negatif terhadap pengelolaan keamanan laut nasional.
"Jika norma koordinasi dihapus, tidak ada lagi payung hukum yang mengikat instansi keamanan laut untuk bekerja secara sinergis. Hal ini berpotensi menurunkan efektivitas pengawasan perairan Indonesia," tegasnya.
Sebagai politisi dari dapil Sulawesi Utara dan Fraksi Partai Gerindra, Martin menilai norma koordinasi sangat penting agar tidak terjadi kekacauan dalam pengelolaan keamanan laut Indonesia.
Oleh karena itu, DPR melalui Martin memohon kepada Majelis Hakim MK untuk menyatakan bahwa seluruh pasal yang diuji tetap konstitusional dan tetap berlaku secara mengikat.
Ia menambahkan bahwa tidak ada dasar hukum yang cukup kuat untuk membatalkan norma-norma yang menjadi fondasi penguatan keamanan laut nasional.
Meskipun menegaskan konstitusionalitas UU Kelautan, Martin menyatakan bahwa DPR tetap terbuka terhadap perbaikan pelaksanaan apabila ditemukan kekurangan di lapangan.
Menurutnya, perbaikan dapat dilakukan melalui peningkatan koordinasi antarinstansi dan penyusunan regulasi turunan yang relevan.
"Jika Mahkamah memiliki rekomendasi terhadap implementasi undang-undang ini, DPR siap menindaklanjuti. Namun perbaikannya berada pada ranah pelaksanaan, bukan pembatalan norma," jelasnya.
DPR berharap Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan secara menyeluruh seluruh argumentasi yang telah disampaikan.
Selain itu, DPR juga berharap UU Kelautan tetap diberlakukan sebagai instrumen hukum penting untuk menjaga keamanan wilayah laut Indonesia.
- Penulis :
- Shila Glorya








