
Pantau - Anggota Komisi VI DPR RI, Achmad, menegaskan bahwa tanggung jawab penuh atas keberlanjutan operasional PT Garuda Indonesia kini berada di tangan direksi perusahaan, menyusul suntikan dana restrukturisasi sebesar Rp23,67 triliun dari pemerintah.
Dana jumbo tersebut dinilai sebagai bentuk nyata keberpihakan negara terhadap penyelamatan Garuda, sekaligus pengorbanan besar karena alokasi anggaran tersebut seharusnya juga dibutuhkan sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.
"Pemerintah sudah mengorbankan 23,67 triliun untuk meningkatkan (pelayanan maskapai Garuda), (dengan) mengorbankan (dana) pendidikan (dan) kesehatan. Nah, maksud kami dengan dana Rp23,67 triliun ini, (agar) betul (dikelola) dengan sungguh-sungguh dan serius," ungkapnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI bersama Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Senin, 1 Desember 2025, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta.
Harapan Tinggi dan Transformasi Serius
Achmad menyampaikan bahwa kepercayaan publik kini bergantung pada kemampuan manajemen baru Garuda untuk menjadikan maskapai pelat merah itu sebagai primadona nasional.
Garuda diharapkan menjadi maskapai andalan dengan pelayanan unggul dan menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia di tengah persaingan industri penerbangan.
Dalam kesempatan itu, Achmad memberikan apresiasi terhadap paparan direksi mengenai arah transformasi perusahaan, terutama terkait konsep Transpositional Empowerment yang berbasis pada empat pilar: service, business, operational, dan digital.
Namun ia mengingatkan bahwa konsep tersebut tidak boleh berhenti sebagai strategi di atas kertas semata.
Konsep tersebut, menurutnya, harus benar-benar diterapkan untuk memperbaiki layanan, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat daya saing Garuda Indonesia.
Evaluasi Armada dan Persiapan Nataru
Menjelang lonjakan mobilitas saat Natal dan Tahun Baru (nataru), Achmad juga meminta penjelasan rinci terkait jumlah armada yang siap beroperasi.
Ia menekankan pentingnya menghindari keterlambatan (delay) maupun gangguan teknis yang dapat mengganggu kenyamanan penumpang.
Achmad menyinggung insiden penerbangan haji di Makassar beberapa waktu lalu, di mana pesawat Garuda harus kembali mendarat hanya beberapa menit setelah lepas landas.
Evaluasi terhadap teknologi dan keamanan penerbangan menurutnya harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan Garuda.
Politisi Fraksi Demokrat itu juga menyoroti pernyataan direksi yang menyatakan bahwa perusahaan tidak akan menambah armada baru dalam waktu dekat.
Fokus saat ini adalah pada optimalisasi penggunaan armada yang tersedia agar fungsinya maksimal.
"Tadi disampaikan bahwa konsen Bapak bukan membeli pesawat baru, tetapi bagaimana pesawat yang sekarang ada, fungsionalnya maksimal sehingga dana itu diarahkan untuk memperbaiki armada yang (sudah) ada," ia mengungkapkan.
- Penulis :
- Arian Mesa








