
Pantau - Perempuan di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal atau 3T masih menghadapi hambatan besar yang tidak selalu terlihat dalam diskusi umum mengenai kesetaraan gender di Indonesia.
Ketimpangan Gender yang Tidak Tercermin dalam Capaian Nasional
Meskipun indikator pembangunan manusia dan gender nasional menunjukkan kemajuan, kondisi perempuan di wilayah 3T memperlihatkan bahwa capaian nasional tidak sepenuhnya mencerminkan realitas di tingkat lokal.
Indeks Ketimpangan Gender 2024 secara nasional mengalami perbaikan, namun angka agregat tersebut dinilai menyembunyikan ketertinggalan di wilayah yang memiliki fasilitas kesehatan terbatas, jaringan digital lemah, serta norma sosial yang membatasi ruang gerak perempuan.
Perempuan di wilayah 3T menghadapi tantangan besar dalam mobilitas dan akses terhadap layanan dasar yang seharusnya mudah dijangkau oleh seluruh warga negara.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan reproduksi, imunisasi, persalinan aman, pendidikan, dan konseling gizi, mereka kerap harus menempuh perjalanan berjam-jam melalui laut atau jalan yang belum layak.
Kesenjangan digital memperparah kondisi karena akses internet yang terbatas membuat perempuan sulit memperoleh peluang ekonomi, layanan keuangan, pendidikan daring, serta informasi kesehatan penting.
Beban Ekonomi dan Minimnya Perlindungan
Banyak perempuan di daerah 3T bekerja pada sektor informal sebagai pengolah hasil laut, petani, penenun, atau pedagang kecil, namun mereka kesulitan mendapatkan akses pembiayaan untuk mengembangkan usaha.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2025 mencatat indeks literasi perempuan sebesar 65,58 persen, lebih rendah dari laki-laki yang berada pada angka 67,32 persen.
Indeks inklusi keuangan perempuan juga tercatat lebih rendah dibanding laki-laki, masing-masing 80,28 persen dan 80,73 persen.
Perbedaan kecil dalam angka tersebut berdampak signifikan terhadap kemampuan perempuan dalam mengambil keputusan finansial dan mengelola usaha secara berkelanjutan.
Kekerasan berbasis gender tercatat tetap menjadi masalah serius yang berdampak pada perempuan di seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T.
Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2024 menunjukkan satu dari empat perempuan usia 15–64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual.
Di wilayah 3T, kasus kekerasan sulit dilaporkan karena terbatasnya layanan pendampingan, tidak adanya rumah aman, serta minimnya aparat yang dapat memberikan perlindungan bagi korban.
Norma sosial yang kuat juga membuat banyak kasus tidak muncul ke permukaan bukan karena korban tidak berani melapor, tetapi karena sistem pelaporan dan layanan pendukung sulit dijangkau.
Ketika layanan perlindungan tidak hadir di wilayah pinggiran, perempuan kehilangan akses terhadap keadilan yang seharusnya dapat mereka peroleh.
- Penulis :
- Aditya Yohan







