Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Polri dan Kemenhut Bentuk Tim Gabungan Telusuri Kayu Gelondongan dalam Banjir Sumatera

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Polri dan Kemenhut Bentuk Tim Gabungan Telusuri Kayu Gelondongan dalam Banjir Sumatera
Foto: Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo berbicara dalam konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu 3/12/2025 (sumber: ANTARA/Walda Marison)

Pantau - Polri dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sepakat membentuk tim gabungan untuk menyelidiki temuan kayu gelondongan yang terbawa arus banjir di wilayah Sumatera.

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa koordinasi telah dilakukan secara lisan dengan Kemenhut dan rapat bersama dijadwalkan digelar pada Kamis (4/12/2025) untuk membahas langkah penyelidikan lebih lanjut.

"Kami (Polri) secara lisan sudah berkoordinasi dengan Menteri Kehutanan dan besok kami akan melaksanakan rapat bersama untuk menurunkan tim gabungan untuk melakukan proses penyelidikan, pendalaman terkait dengan peristiwa yang terjadi", ungkapnya saat konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (3/12/2025).

Kapolri menegaskan bahwa jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, maka proses hukum akan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Penyelidikan Polri dan Kemenhut Masih Berjalan

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri telah memulai penyelidikan awal untuk mengetahui asal usul kayu gelondongan yang terbawa banjir.

"Sedang penyelidikan", ungkap Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni.

Irhamni menjelaskan bahwa asal kayu-kayu tersebut masih belum diketahui, namun proses investigasi terus berjalan.

Di sisi lain, Kemenhut juga tengah menelusuri kemungkinan bahwa kayu tersebut berasal dari aktivitas pembalakan liar maupun praktik penyalahgunaan hak tanah.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menguraikan beberapa kemungkinan asal kayu, termasuk dari pohon lapuk, pohon tumbang, material yang terbawa arus sungai, area bekas penebangan legal, penyalahgunaan dokumen Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), dan praktik pembalakan liar (illegal logging).

"Terkait pemberitaan yang berkembang, saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir, melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang kami telusuri dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan", ia mengungkapkan.

Kasus Illegal Logging Sebelumnya Jadi Sinyal Bahaya

Selama tahun 2025, Ditjen Gakkum Kemenhut telah menangani sejumlah kasus pencucian kayu ilegal yang terjadi di wilayah terdampak banjir di Sumatera.

Salah satu kasus ditemukan di Aceh Tengah pada Juni 2025, di mana penyidik menemukan praktik penebangan liar di luar area PHAT dan kawasan hutan.

Dalam kasus tersebut, ditemukan barang bukti sebanyak 86,60 meter kubik kayu ilegal.

Kasus lain terungkap di Solok, Sumatera Barat pada Agustus 2025, dengan modus penggunaan dokumen PHAT untuk menutupi kegiatan penebangan pohon secara ilegal di kawasan hutan.

Barang bukti dari kasus di Solok meliputi 152 batang kayu gelondongan, 2 unit ekskavator, dan 1 unit bulldozer.

Dwi Januanto menjelaskan bahwa praktik kejahatan kehutanan saat ini dilakukan secara sistematis, tidak hanya di lapangan tetapi juga melalui rekayasa dokumen.

"Kejahatan kehutanan tidak lagi bekerja secara sederhana. Kayu dari kawasan hutan bisa diseret masuk ke skema legal dengan memanfaatkan dokumen PHAT yang dipalsukan, digandakan, atau dipinjam namanya. Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya", ungkapnya.

Penulis :
Arian Mesa