
Pantau - Populasi satwa liar dilindungi seperti macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Nisaetus bartelsi), dan owa jawa (Hylobates moloch) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) kini berada dalam kondisi terancam punah.
Ancaman ini dipicu oleh kerusakan habitat dan ekosistem alam akibat aktivitas manusia, khususnya penambangan emas tanpa izin (PETI).
Kepala Balai TNGHS, Budi Candra, menyampaikan bahwa satwa-satwa tersebut merupakan kekayaan fauna khas Pulau Jawa yang perlu segera diselamatkan.
"Kita perlu menyelamatkan binatang itu, karena khas populasi satwa Jawa yang dilindungi," ungkapnya.
Populasi Terus Menurun, Kamera Trap Buktikan Satwa Masih Ada
Berdasarkan data tahun 2015, populasi macan tutul di TNGHS tercatat sebanyak 58 individu.
Namun hingga kini, belum ada pendataan ulang terhadap jumlah terkini.
Meski begitu, petugas telah memasang kamera trap di sejumlah titik dan hasilnya menunjukkan bahwa keberadaan macan tutul, elang jawa, dan owa jawa masih bisa ditemukan, meskipun jumlahnya terus menurun.
Contohnya, elang jawa dan owa jawa hanya terdeteksi dalam satu hingga dua kelompok saja.
Penurunan populasi ini diperburuk oleh pembukaan hutan dan kerusakan ekologis yang mengganggu rantai makanan dan area jelajah satwa.
Budi Candra mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga habitat satwa endemik agar tidak punah.
Ia juga menegaskan pentingnya menghentikan aktivitas PETI yang telah merusak ekosistem hutan secara signifikan.
Flora Langka Pun Terancam, Penindakan PETI Terus Dilakukan
Kerusakan hutan di TNGHS tidak hanya berdampak pada fauna, tetapi juga mengancam flora endemik seperti anggrek, puspa, saninten, dan rasamala.
Banyak tanaman langka ditebang oleh penambang ilegal untuk mempermudah akses ke lubang tambang.
Kerusakan ekologis tersebut turut meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir bandang dan longsor.
Budi mencontohkan bahwa bencana serupa sebelumnya telah terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh.
"Kami sangat mendukung adanya kolaborasi untuk melakukan penertiban PETI yang melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH), termasuk 10 lembaga kementerian dan pemerintah daerah," ujarnya.
Saat ini, Balai TNGHS bersama Satgas PKH, Kementerian Kehutanan, dan Pemerintah Provinsi Banten telah mengambil langkah penindakan.
Salah satunya adalah penutupan 55 lubang PETI di wilayah Resor Panggarangan.
Titik-titik PETI yang telah ditutup tersebar di Blok Cirotan, Cimari, dan Cisopa, sebagai bagian dari upaya penyelamatan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati TNGHS.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf







