
Pantau - Pertanyaan mengenai posisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mengemuka, apakah sebagai entitas yang mengejar efisiensi atau sebagai perpanjangan tangan negara untuk menjamin kesejahteraan warga, menyusul besarnya dampak bencana banjir dan longsor di Sumatera.
Mandat Publik BUMN dalam Situasi Darurat
Pernyataan “BUMN itu milik rakyat Indonesia.” dijadikan dasar untuk menegaskan kembali peran institusi tersebut dalam merespons bencana berskala besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
BNPB melaporkan hingga 7 Desember terdapat 940 orang meninggal dunia, 276 orang hilang, dan lebih dari 5.000 orang terluka akibat bencana tersebut.
Ratusan ribu warga mengungsi di Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara, dengan ribuan rumah hancur, fasilitas publik lumpuh, dan akses transportasi terputus.
Besarnya dampak bencana menuntut penanganan cepat yang terkoordinasi dan melibatkan berbagai institusi negara.
Dalam kondisi darurat, BUMN diingatkan bahwa mereka bukan sekadar korporasi berlogika bisnis, melainkan instrumen publik yang wajib hadir ketika masyarakat berada dalam kondisi paling rentan.
Bantuan dari BUMN dalam konteks ini dipandang bukan kegiatan sukarela, tetapi bagian dari tanggung jawab struktural lembaga negara yang dibiayai dana publik.
Penggunaan TJSL untuk Pemulihan Fasilitas Vital
Berbagai BUMN kemudian mengoptimalkan penggunaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) untuk pemulihan fasilitas vital seperti jembatan, sekolah, hunian, dan infrastruktur dasar lainnya.
Dalam rapat koordinasi dengan pimpinan BUMN di Bandara Internasional Minangkabau, Kepala BP BUMN Dony Oskaria menegaskan kembali mandat publik yang melekat pada BUMN.
“Bencana bukan ruang untuk kalkulasi anggaran sempit, tetapi ruang bagi BUMN menunaikan kembali hak publik yang melekat pada keberadaan mereka,” ujarnya.
Bantuan yang diberikan tidak boleh diposisikan sebagai charity, melainkan sebagai tanggung jawab struktural perusahaan negara demi kesejahteraan masyarakat.
Pemanfaatan TJSL juga didorong agar tidak digunakan untuk program kosmetik, tetapi diarahkan kepada kebutuhan paling mendesak seperti jembatan, sekolah, dan fasilitas vital yang rusak parah.
Pendekatan ini menegaskan bahwa pemulihan pascabencana merupakan pemulihan hak warga negara, bukan sekadar proyek sosial BUMN.
- Penulis :
- Aditya Yohan








