
Pantau - Hutan memiliki peran krusial sebagai sistem pertahanan pertama negara terhadap bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, namun peran strategis ini kerap terabaikan dalam kebijakan pembangunan dan pertahanan nasional.
Selama ini, konsep pertahanan negara lebih sering diidentikkan dengan aspek militer, padahal pertahanan ekologis seperti keberadaan hutan justru menjadi garis pertahanan awal terhadap ancaman non-militer.
Hilangnya hutan sama saja dengan meruntuhkan perlindungan alami, sehingga wilayah sekitarnya menjadi rawan terhadap banjir besar dan longsor mendadak.
Hutan dan Fungsi Ekologis yang Menopang Ketahanan Nasional
Akar pohon bekerja mengunci tanah, cekungan hutan menampung air hujan, dan kanopi pepohonan memperlambat laju air.
Jika fungsi-fungsi ini hilang, ancaman non-militer seperti banjir dan longsor menjadi lebih sering, lebih dahsyat, dan lebih sulit dikendalikan.
Dampaknya bukan hanya lingkungan, tetapi juga ekonomi nasional.
Hutan menyediakan pangan, obat tradisional, dan mata pencaharian bagi jutaan orang di pedesaan.
Ketika akses terhadap hutan hilang, risiko konflik lahan, migrasi paksa, hingga kerentanan sosial meningkat tajam.
Keamanan pangan nasional juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan.
Aliran irigasi dari daerah pegunungan berhutan cenderung stabil dan dapat diprediksi.
Jika hutan hilang, aliran air menjadi musiman dan tidak stabil, menyebabkan pola tanam terganggu dan petani kehilangan kepastian panen.
Produksi pangan lokal akan menurun, dan tekanan terhadap rantai pasokan nasional akan meningkat.
Selain itu, hutan menyimpan cadangan genetik, kayu bernilai tinggi, dan mineral yang berpotensi strategis di masa depan.
Jika pengelolaan hutan tidak terkendali, sumber daya ini bisa dikuasai oleh pihak domestik yang tidak bertanggung jawab atau bahkan aktor asing, yang pada akhirnya melemahkan posisi tawar negara.
Reboisasi Bukan Solusi Penuh, Perlu Perlindungan Hutan Alami
Pandangan bahwa "hutan bisa diganti" perlu dikoreksi secara serius.
Hutan alami terbentuk melalui proses ekologis yang panjang dan kompleks.
Meski reboisasi dapat membantu, ia tidak mampu menggantikan ekosistem rumit yang ada pada hutan primer.
Perkebunan monokultur seperti kelapa sawit atau karet bukan solusi sejati, karena tidak memiliki kemampuan penyangga ekologis sekuat hutan alami.
Lebih parah lagi, dalam banyak rencana tata ruang, hutan kerap dianggap sebagai “ruang kosong” yang bisa diisi infrastruktur.
Padahal, hutan bekerja tanpa anggaran untuk menyediakan jasa ekosistem vital seperti menyerap hujan, mendinginkan udara, dan menyaring polusi.
Menghapus hutan berarti mematikan sistem alami yang menopang kehidupan manusia secara gratis dan berkelanjutan.
Di wilayah-wilayah rawan banjir, hutan berfungsi seperti rem tangan yang menahan derasnya aliran air.
Tanpa hutan, air hujan langsung mengalir ke permukiman tanpa hambatan.
Akibatnya, banjir yang dulunya hanya setinggi mata kaki kini bisa menenggelamkan rumah dalam hitungan jam atau bahkan menit.
Penyebabnya bukan semata curah hujan ekstrem, tetapi karena hilangnya benteng alami yang dulu berdiri di hulu.
- Penulis :
- Aditya Yohan







