
Pantau - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkapkan masih banyak perusahaan di Indonesia yang menetapkan batas usia pensiun di bawah ketentuan nasional, yakni 65 tahun, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015.
Temuan ini disampaikan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi atas Prakarsa Sendiri (LHP IAPS) terkait penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, menjelaskan bahwa mekanisme dalam PP 45/2015 secara jelas mengatur kenaikan usia pensiun secara bertahap hingga mencapai 65 tahun dan sifatnya wajib.
"Aturan ini bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh seluruh pihak, namun temuan kami menunjukkan bahwa masih terdapat praktik yang tidak selaras dengan ketentuan hukum tersebut," ungkapnya.
Najih menambahkan bahwa ketidaksesuaian penerapan usia pensiun ini menimbulkan jeda antara waktu pensiun pekerja dan waktu mereka menerima manfaat jaminan pensiun.
Hal ini menyebabkan pekerja yang kehilangan penghasilan karena pemutusan hubungan kerja namun belum bisa menerima manfaat pensiun menjadi rentan secara sosial dan ekonomi.
Ia menilai kondisi tersebut bertentangan dengan tujuan jaminan pensiun untuk menjamin keberlangsungan penghasilan pekerja di masa tua.
"Ini salah satu yang penting mungkin untuk dilakukan pendalaman bagaimana langkah-langkah terbaik yang kaitannya dengan pemenuhan peraturan pemerintah tersebut," ia mengungkapkan.
Investigasi Ungkap Berbagai Bentuk Maladministrasi
Dari hasil investigasi, ORI menemukan adanya sejumlah bentuk maladministrasi dalam pengelolaan program jaminan pensiun yang berpotensi merugikan pekerja.
Pertama, Kementerian Ketenagakerjaan dinilai tidak melakukan evaluasi berkala atas pelaksanaan PP 45/2015 sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (4) peraturan tersebut.
Kedua, belum ada edukasi yang memadai kepada perusahaan maupun pelaku usaha saat pengesahan peraturan pemerintah dan perjanjian kerja bersama.
Akibatnya, masih banyak perusahaan yang tidak mengacu pada usia pensiun standar nasional.
Ketiga, pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 terkait optimalisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan masih belum berjalan maksimal, khususnya dalam hal evaluasi dan penyempurnaan regulasi.
Keempat, BPJS Ketenagakerjaan dinilai belum menindaklanjuti amanat Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013, yang seharusnya memperluas akses jaminan pensiun bagi pekerja sektor informal.
Najih menegaskan bahwa temuan-temuan ini tidak bertujuan untuk menyalahkan pihak manapun, melainkan menjadi dasar perbaikan bersama.
"Temuan-temuan ini tidak untuk menyalahkan, tetapi menjadi dasar penyempurnaan perbaikan secara kolektif demi keberlangsungan perlindungan sosial yang efektif dan berkeadilan serta berdampak bagi kesejahteraan tenaga kerja dan masyarakat pada umumnya," tuturnya.
Rendahnya Pemahaman Masyarakat Jadi Faktor Penghambat
ORI juga menyoroti masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap aturan jaminan pensiun.
Kurangnya sosialisasi membuat proses pencairan manfaat pensiun memerlukan waktu tunggu yang cukup lama.
Kondisi ini memperparah kerentanan ekonomi para pekerja yang sudah tidak lagi bekerja namun belum menerima haknya.
Ombudsman meminta agar kementerian terkait, BPJS Ketenagakerjaan, dan pihak perusahaan melakukan langkah konkret guna memperbaiki tata kelola program jaminan pensiun agar sesuai dengan peraturan dan memenuhi hak pekerja.
- Penulis :
- Shila Glorya







