
Pantau - Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa perubahan teknologi harus segera direspons dengan pembaruan kerangka hukum yang memadai.
Konstitusi Digital dan Tantangan Transformasi Teknologi
Dalam pidato kunci pada Konferensi Nasional APHTN-HAN ke-4 di Labuan Bajo, ia menekankan bahwa konstitusi kini tidak lagi dibaca hanya dalam konteks analog.
Ia menyatakan, "Hak-hak warga di ruang digital harus dilindungi dengan standar konstitusional yang sama", ungkapnya.
Yusril menyoroti kebutuhan penataan ulang sistem pemilu agar lebih sederhana dan berintegritas menghadapi era kampanye dan data politik digital.
Ia menambahkan bahwa digitalisasi pemilu tidak boleh membuka celah manipulasi sehingga sistem harus jelas, aman, dan dapat diaudit.
Dalam aspek ekonomi ketatanegaraan, ia menekankan pentingnya pengelolaan BPI Danantara yang akuntabel.
Pengawasan publik dan lembaga negara, menurutnya, harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan aset negara.
Ia menegaskan, "Sovereign wealth fund harus dikelola secara terang benderang. Kita belajar dari banyak negara bahwa dana besar tanpa pengawasan hanya menunggu waktu untuk bermasalah", ia mengungkapkan.
Yusril menekankan adanya tiga agenda utama ketatanegaraan yaitu penguatan konstitusionalisme digital, reformasi pemilu, dan tata kelola Danantara yang lebih transparan.
Konferensi APHTN-HAN ke-4 menjadi ruang diskusi akademisi dan pembuat kebijakan terkait arah ketatanegaraan Indonesia di tengah transformasi digital dan dinamika ekonomi global.
Tantangan Regulasi AI dan Kepastian Hukum
Menko berharap rekomendasi konferensi tidak berhenti sebagai wacana, tetapi dapat menjadi kebijakan konkret.
Yusril sebelumnya telah mengingatkan bahwa kecerdasan buatan membawa peluang besar sekaligus ancaman terhadap sistem hukum.
Dalam kuliah umum di FH Universitas Padjadjaran, ia menyatakan bahwa AI tetap lahir dari kode buatan manusia, sehingga "Karena itu, pertanggungjawaban hukum tetap pada manusia, bukan mesin", ungkapnya.
Ia menyoroti dilema antara hukum yang adaptif dan progresif dengan kebutuhan akan kepastian hukum.
Ia menekankan pentingnya regulasi baru, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, dan etika penggunaan kecerdasan buatan.
Menurutnya, kecerdasan buatan tidak boleh menggantikan fungsi penilaian hukum yang merupakan domain manusia.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf







