
Pantau - Pemerintah memperkirakan kebutuhan anggaran sebesar Rp51 triliun untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur dasar pascabencana banjir dan longsor di tiga provinsi di Pulau Sumatra, dengan porsi anggaran terbesar dialokasikan untuk Provinsi Aceh.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyampaikan bahwa angka tersebut merupakan hasil perhitungan awal yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Secara umum kebutuhan anggaran yang dihitung Kementerian PU untuk rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur di tiga provinsi itu sekitar Rp51 triliun, dengan porsi terbesar di Aceh," ungkapnya.
Infrastruktur yang Akan Ditangani
Anggaran tersebut mencakup penanganan terhadap kerusakan jaringan jalan dan jembatan (bina marga), infrastruktur sumber daya air seperti bendung, irigasi, tanggul, dan air baku, serta infrastruktur air bersih dan sanitasi (cipta karya).
Selain itu, dana juga akan digunakan untuk membangun kembali prasarana sosial strategis, seperti sekolah, madrasah, dan rumah ibadah yang terdampak bencana.
AHY menekankan bahwa perhitungan rinci anggaran masih terus diperbarui sesuai dengan pemutakhiran data kerusakan di lapangan.
"Ini perhitungan awal yang masih bisa berkembang, agar kita punya gambaran kebutuhan anggaran sehingga proses pemulihan bisa disiapkan sejak dini," ia mengungkapkan.
Pemerintah berencana mengkaji berbagai sumber pendanaan agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi bisa berjalan paralel dengan fase penanganan darurat.
"Kami ingin memastikan bahwa ketika fase tanggap darurat mulai beralih, rencana dan pembiayaan pemulihan sudah siap sehingga masyarakat tidak menunggu kepastian perbaikan infrastruktur dan rumah mereka," ujar AHY.
Fokus pada Perumahan Warga Terdampak
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait (Ara), menambahkan bahwa sekitar 112.551 unit rumah terdampak di tiga provinsi tersebut akibat bencana.
Penanganan rumah warga akan dilakukan melalui perbaikan, pembangunan kembali, dan relokasi ke kawasan yang lebih aman dari risiko bencana.
"Data kerusakan kami bagi menjadi kategori rusak ringan, sedang, berat, dan hanyut. Biaya penanganannya tentu berbeda-beda, sehingga kami perlu memastikan datanya benar-benar sama dulu sebelum menyusun rencana anggaran dan teknis rekonstruksi," ungkap Ara.
Ia menegaskan bahwa survei lapangan sangat penting untuk mengidentifikasi tingkat kerusakan rumah serta kebutuhan relokasi masyarakat terdampak.
Survei juga akan mencakup penentuan lokasi relokasi dan skema pembangunan rumah baru di kawasan yang dinilai aman dari bencana di masa mendatang.
- Penulis :
- Leon Weldrick







