
Pantau - Sejumlah budayawan dan sastrawan Sunda menyerukan pentingnya pelestarian lingkungan melalui penguatan nilai-nilai kearifan lokal dalam acara Temu Wicara bertajuk "Menggali Kembali Kearifan Lokal Sunda Sebagai Solusi Krisis Lingkungan Global", yang digelar di Pendopo Situs Budaya Karangkamulyan, Ciamis.
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian pameran foto Sakakala yang diselenggarakan oleh LKBN ANTARA bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Ciamis.
Budayawan Budi Dalton menyampaikan bahwa kebudayaan Sunda memiliki tradisi yang erat kaitannya dengan pelestarian alam.
"Buatkanlah hal-hal naratif yang ada ikatan kultural dengan masyarakat," ungkapnya.
Tradisi dan Mitos Sunda sebagai Instrumen Edukasi Ekologis
Sastrawan Bode Riswandi mengungkapkan bahwa naskah-naskah kuno Sunda secara konsisten memuat larangan untuk masuk hutan secara sembarangan.
Menurutnya, mitos dalam budaya lokal bukanlah khayalan, melainkan sarana edukasi moral agar manusia tidak dikuasai oleh keserakahan.
"Ketika masuk hutan larangan setapak saja, maka nafsu akan menguasai," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Kebudayaan Ciamis, Yat Rospita Brata, menyoroti dampak ekologis dari aktivitas pertanian di kawasan pegunungan, khususnya penanaman sayuran dan kopi yang dinilai dapat memicu kerusakan alam.
"Gunung kalau sudah ditanami sayuran akan parah, sama kopi juga parah," katanya.
Warisan Budaya sebagai Tanggung Jawab Ekologis
Riza Fahriza dari LKBN ANTARA Jawa Barat menambahkan bahwa budaya Sunda menyimpan banyak nilai edukatif dalam hal pelestarian lingkungan hidup, dan nilai-nilai tersebut harus terus diperkenalkan kepada generasi muda.
Para narasumber sepakat bahwa menjaga tradisi bukan hanya soal pelestarian budaya, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab ekologis masyarakat Sunda terhadap keberlangsungan alam.
- Penulis :
- Gerry Eka







