
Pantau - Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi membentuk kerja sama regional pada 25 November 2025 di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, sebagai langkah strategis untuk menghidupkan kembali semangat kebersamaan dan membangun fondasi ekonomi kawasan Sunda Kecil secara berkelanjutan.
Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan oleh tiga gubernur dengan tujuan membentuk fondasi regional yang solid, sekaligus menghapus relasi kuasa timpang yang selama ini membuat Bali lebih dominan secara ekonomi dibandingkan NTB dan NTT.
Kerja sama ini dinamai KR-BNN (Kerja Sama Regional Bali, NTB, NTT) dan akan difokuskan pada lima sektor utama: pariwisata, konektivitas, energi terbarukan, perdagangan regional, dan ekspor komoditas.
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menekankan bahwa ketiga provinsi memiliki kesamaan historis, sosiologis, ekologis, dan geologis yang kuat, sehingga kolaborasi ini penting untuk memulihkan peran strategis kawasan yang pernah menjadi pusat perdagangan penting pada abad ke-18.
Mengembalikan Peran Strategis Sunda Kecil
Secara historis, Sunda Kecil pernah menjadi pusat perdagangan utama di era kolonial Belanda, dengan Pelabuhan Buleleng di Bali sebagai pintu gerbang utama.
Namun, sejak diberlakukannya UU No. 64 Tahun 1958 yang memecah Sunda Kecil menjadi tiga provinsi, hanya Bali yang berkembang pesat, sementara NTB dan NTT tertinggal sebagai zona penyangga.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyatakan kerja sama ini adalah bentuk rekoneksi sejarah dan langkah untuk membentuk skema ekonomi kawasan yang adil dan saling menguntungkan.
Target 2026: Superhub dan Ekonomi Maritim
Kerja sama KR-BNN mulai diimplementasikan pada tahun 2026 dengan sejumlah target utama:
Menjadikan Sunda Kecil sebagai superhub pariwisata nasional
Mengembangkan pusat ekonomi biru berbasis maritim
Mewujudkan kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru
Implementasi ini ditujukan untuk mempercepat distribusi barang, memperkuat konektivitas lintas destinasi wisata, serta meningkatkan kualitas dan mobilitas tenaga kerja antarwilayah.
Kolaborasi ini juga memastikan agar Bali tidak tumbuh sendiri, tetapi turut mendorong kemajuan NTB dan NTT sebagai aktor utama.
Hadapi Iklim Ekstrem dan Perkuat Infrastruktur Tangguh
Letak geografis kawasan menjadikan Bali, NTB, dan NTT rentan terhadap perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut, banjir rob, dan cuaca ekstrem.
Sunda Kecil termasuk dalam zona badai tropis global, dan telah mengalami dampak besar seperti Siklon Tropis Seroja pada April 2021 yang menewaskan 272 orang dan menyebabkan 102 orang hilang di NTT.
Karena itu, KR-BNN juga akan difokuskan pada:
Pembangunan infrastruktur tahan iklim
Sistem peringatan dini dan manajemen risiko bencana
Pengelolaan pariwisata berkelanjutan
Energi Terbarukan: Potensi Raksasa dari Timur Indonesia
Selain menjadi superhub pariwisata, kawasan Sunda Kecil juga ditargetkan sebagai sumber utama energi terbarukan, terutama dari NTB dan NTT.
NTB memiliki potensi energi hingga 13.563 MW, terutama dari tenaga surya dan angin.
NTT bahkan menyimpan potensi teknis mencapai 388.310 MW, dengan 90% dari tenaga surya.
Rencana interkoneksi energi ini akan diwujudkan melalui jaringan kabel bawah laut ke Bali, yang selama ini masih mengandalkan pasokan listrik berbasis energi fosil dari Jawa.
Dengan kebutuhan listrik saat ini hanya sekitar 1.200 MW, potensi besar dari NTB dan NTT tidak hanya cukup untuk menopang kawasan, tetapi juga menopang transisi energi nasional.
Kolaborasi lintas provinsi ini diharapkan dapat menciptakan model pembangunan kawasan yang adaptif terhadap perubahan iklim, ramah lingkungan, dan berdaya saing tinggi secara regional maupun global.
- Penulis :
- Gerry Eka
- Editor :
- Tria Dianti







