
Pantau.com - Bau sampah menyengat cukup mengganggu indera penciuman kala Pantau.com menyambangi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 23 April 2018.
Bahkan, bau sampah telah tercium 2 kilometer sebelum memasuki TPST Bantar Gebang.
Kondisi jalanan yang becek usai diguyur hujan sejak pagi harinya tak menyurutkan niat kami menyusuri tempat pembuangan sampah akhir warga Jakarta ini. Truk-truk berwarna oranye dengan logo dinas kebersihan terlihat lalu lalang di sekitar lokasi.
Baca juga: Secuil Cerita dari Gang Venus, Kawasan Tanpa Matahari di Jakarta
Meski terlihat kotor dan menjijikkan bagi sebagian orang, namun tempat itu menjadi sandaran hidup bagi banyak orang. Seperti para pemulung atau warga sekitar yang kecipratan rezeki lantaran baunya.
Suasana aktivitas Bantar Gebang (Foto: Pantau.com)
Sejak beroperasi pada tahun 1989, Pemerintah DKI Jakarta memberikan dana kompensasi berupa dana tunai ke Pemerintah Kota Bekasi. Dana kompensasi uang bau itu pun bervariasi tiap tahunnya. Saat ini, uang kompensasi bau itu mencapai Rp600 ribu tiap tiga bulannya.
"Kami sudah terbiasa dengan baunya, pemerintah juga beri kami kompensasi soal bau itu," ujar Risa, pria paruh baya warga Cikewol, Bantar Gebang, yang telah belasan tahun menetap di sana.
Tumpukan sampah di TPST Bantar Gebang (Foto: Pantau.com)
Menurut Risa, TPST Bantar Gebang sejak dilakukan alih kelola antara dari pihak swasta ke Pemerintah DKI Jakarta pada Juli 2016 lalu, sekarang kondisinya jauh lebih baik. Salah satu perbaikan khususnya soal transparansi kompensasi yang diberikan kepada warga.
"Saat ini kompensasi lebih transparan dibanding sebelumnya, bahkan ada kenaikan kompensasi yang sebelumnya tiap 3 bulan hanya Rp200 ribu sekarang sampai Rp600 ribu tiap 3 bulan," kata Risa.
Suasana aktivitas Bantar Gebang (Foto: Pantau.com)
Senada dengan Risa, Moy warga Ciketing yang ditemui merasakan hal serupa. Menurutnya, sekarang tidak ada lagi pemangkasan dana kompensasi. Tidak seperti saat dikelola swasta dulu.
"Ya kan dulu uang untuk warga ada aja yang dipangkas, mulai dari uang jalan, uang ini dan itu. Nyampenya di warga malah kadang tidak sampai Rp200 ribu," katanya.
Meski begitu, menurut Moy tetap ada pro kontra di tengah warga. Namun sebagian besar warga merasa pengelolaan saat ini sudah lebih baik.
"Ya ada aja, mungkin karena dulu dapat jatah tapi sekarang tidak," katanya.
Pemulung mengais rezeki di TPST Bantar Gebang (Foto: Pantau.com)
Namun, ada saja suara sumbang dari segelintir warga yang merasa ada kejanggalan dari dana kompensasi yang diterimanya. Abadi misalnya, pria yang juga pengemudi ojek online ini tinggal tak jauh dari TPST Bantar Gebang.
"Seharusnya sekarang lebih enak. Kompensasi ke warga seharusnya bisa ditransfer tapi dari pejabat desa sendiri kadang tidak mengupayakan hal tersebut, malah tetap menggunakan cara normal yaitu diambil lewat RT. Nah di situ celah korupsi, karena kan berpindah tangan ke tangan," ujar Abadi.
"Ya dipangkas, bagi-bagi dengan orang kelurahan kan bisa jadi, dianggap uang kontribusi mungkin," kata Abadi.
Meski begitu, Abadi mengakui sebagian besar warga tidak ambil pusing soal adanya potongan tersebut, karena bagi mereka yang penting uang cair dan dapur bisa 'ngebul'.
"Ya tidak ambil pusing karena mungkin yang dipotong kalau pemberiannya lewat RT biasanya per rumah cuma Rp20 ribu, tapi kan kalau dikalikan jumlah penduduk lumayan gede juga," ujarnya.
Penasaran dengan apa yang disampaikan Abadi, Pantau.com mencoba mengonfirmasi hal tersebut ke pihak kelurahan setempat. Caman, Sekretaris Kelurahan Ciketing membantah pernyataan Abadi. Menurutnya, dana yang diterima warga sudah bersih langsung dan dikirim melalui transfer.
"Sekarang sudah bisa langsung transfer, kami kelurahan hanya menginput data yang diberikan oleh RT dan RW, dari data yang kami input kami berikan ke dinas lingkungan Kota Bekasi," kata Caman di Kantor Kelurahan Ciketing.
Klaim serupa dilontarkan salah satu Ketua RW di Kelurahan Ciketing bernama Yaqub, yang mengamini apa yang diucapkan Caman. Menurut Yaqub, uang tersebut merupakan hak warga yang diterima secara langsung melalui transfer setiap triwulan.
"Dengan begitu warga Ciketing berjumlah hampir 5.900 keluarga semua menikmati kompensasi," ujar Yaqub.
"Hak masyarakat tidak diganggu, mungkin pernah ada RT yang meminta kesepakatan untuk mengumpulkan uang dari masyarakat untuk membangun tenda untuk kebersihan dan lain sebagainya berjumlah Rp20 ribu rupiah per kepala keluarga, namun sudah tidak ada lagi sekarang, semua sudah menjadi hak masyarakat," ujar Yaqub.
Pewarta pun mencoba kembali mengonfirmasi perihal pemotongan dana kompensasi ke petugas setempat, namun tidak mendapat respons dan diharuskan meminta izin terlebih dahulu ke Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Suasana aktivitas sehari-hari di TPST Bantar Gebang (Foto: Pantau.com)
Suasana aktivitas di TPST Bantar Gebang (Foto: Pantau.com)
- Penulis :
- Adryan N