billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  News

PDIP Masuk Mode Oposisi, Pidato Puan di Sidang Tahunan Banjir Kritik Pedas

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

PDIP Masuk Mode Oposisi, Pidato Puan di Sidang Tahunan Banjir Kritik Pedas
Foto: Ketua DPR RI, Puan Maharani di Sidang Tahunan MPR. (foto: tangkapan layar)

Pantau - Ketua DPR RI, Puan Maharani melontarkan sejumlah kritik keras kala berpidato dalam Sidang Tahunan MPR, khususnya dalam konteks pemilihan umum, Jumat (16/8/2024).

Ia menyoroti bahwa dalam demokrasi yang sehat, rakyat seharusnya menjadi pemenang utama, dengan etika politik yang menuntut kesiapan untuk menerima kemenangan maupun kekalahan.

"Dalam pemilu, seharusnya rakyatlah yang menjadi pemenang. Adagium yang berlaku adalah 'suara rakyat adalah suara Tuhan'. Dalam berdemokrasi, rakyat tidak pernah berkuasa secara langsung, melainkan mereka hanya menentukan siapa yang akan memegang kekuasaan," ujar Puan.

Puan menambahkan, esensi dari demokrasi adalah memberikan legitimasi kepada kekuasaan, sehingga kekuasaan tersebut dapat digunakan untuk mengatur bangsa dan negara demi kesejahteraan rakyat yang bermartabat.

Namun, Puan mengingatkan bahwa demokrasi dapat berjalan ke arah yang salah jika tidak mengedepankan kedaulatan rakyat. 

Ia menekankan, konstitusi Indonesia telah mengatur bagaimana kedaulatan rakyat harus dijalankan secara kolektif melalui prinsip checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Keseimbangan kekuasaan antar cabang-cabang negara dapat berjalan dengan baik apabila politik berbangsa dan bernegara berlangsung secara demokratis, yakni demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan," jelasnya.

Puan juga mengutip prinsip yang disampaikan oleh Soekarno dalam pidato pada 1 Juni 1945, yang menegaskan bahwa demokrasi harus mendatangkan kesejahteraan sosial bagi semua warga negara Indonesia, bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang atau golongan.

"Bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan. Tetapi kita mendirikan negara semua untuk semua, satu untuk semua, dan semua untuk satu," tutup Puan.

Penulis :
Aditya Andreas

Terpopuler