Pantau Flash
HOME  ⁄  News

Akademisi Kritik Revisi UU Pilkada Abaikan Putusan MK: Ancaman Terhadap Demokrasi!

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Akademisi Kritik Revisi UU Pilkada Abaikan Putusan MK: Ancaman Terhadap Demokrasi!
Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi.

Pantau - Kelompok akademisi dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) menyoroti dengan tajam rencana revisi Undang-Undang Pilkada yang dinilai mengabaikan dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Mereka menuding Presiden Joko Widodo dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus sedang berupaya menghalalkan segala cara untuk memperkuat hegemoni kekuasaan dan mendukung gurita dinasti politik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.

Putusan MK yang dipersoalkan oleh CALS adalah terkait ambang batas partai politik untuk mengusung calon kepala daerah serta penghitungan syarat usia calon kepala daerah dalam UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). 

Mereka menilai upaya untuk mengabaikan putusan tersebut dilakukan untuk memanipulasi Pilkada 2024, terutama di daerah strategis seperti Jakarta, agar didominasi oleh KIM Plus tanpa kompetitor yang signifikan.

Tuduhan ini semakin tajam dengan adanya indikasi bahwa revisi UU Pilkada akan memuluskan jalan bagi Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah, meskipun belum memenuhi syarat usia pencalonan kepala daerah.

"Pengabaian ini akan dilakukan oleh Presiden dan DPR dengan merevisi sejumlah ketentuan UU Pilkada secara cepat dan serampangan, guna menyingkirkan garis-garis batas konstitusional yang telah ditetapkan oleh MK," ujar Herdiansyah Hamzah, anggota CALS, dalam pernyataannya pada Rabu (21/8/2024).

MK dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dikeluarkan pada 20 Agustus 2024, menafsirkan ulang Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada terkait ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah. 

MK menyatakan bahwa ambang batas tersebut harus berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu, bukan hanya berdasarkan perolehan kursi di DPRD. 

Hal ini, menurut CALS, memberikan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh partai politik, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun tidak, serta membuka peluang hadirnya calon alternatif untuk melawan dominasi koalisi besar.

Selain itu, dalam Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan, sebagaimana yang ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024. 

Putusan ini dinilai oleh CALS sebagai upaya menggulung karpet merah bagi Kaesang Pangarep.

Herdiansyah juga menuding bahwa Presiden Jokowi beserta partai pendukungnya sedang mempertontonkan pembangkangan terhadap konstitusi. 

Oleh karena itu, CALS menyerukan agar Presiden dan DPR menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada dan mematuhi putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 serta Nomor 70/PUU-XXII/2024.

Selain itu, CALS juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menindaklanjuti kedua putusan MK tersebut. 

“Jika revisi UU Pilkada tetap dilanjutkan dengan mengabaikan putusan MK, maka masyarakat sipil akan melakukan pembangkangan sipil dan memboikot Pilkada 2024 sebagai bentuk perlawanan terhadap tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo beserta partai politik pendukungnya,” tutupnya.

Penulis :
Aditya Andreas