Pantau Flash
HOME  ⁄  News

Komisi X DPR Soroti Kurikulum Merdeka: Lebih Banyak Kekurangan Ketimbang Manfaat!

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Komisi X DPR Soroti Kurikulum Merdeka: Lebih Banyak Kekurangan Ketimbang Manfaat!
Foto: Anggota Komisi X DPR RI, Syarief Muhammad. (foto: Aditya Andreas/pantau.com)

Pantau - Anggota Komisi X DPR RI, Syarief Muhammad, menyampaikan kritiknya terhadap implementasi Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan di dunia pendidikan Indonesia. 

Menurutnya, kurikulum ini lebih banyak menimbulkan masalah daripada manfaat yang diharapkan sehingga perlu adanya evaluasi. 

"Kurikulum Merdeka telah diputuskan sebagai kurikulum yang akan diadaptasi di dunia pendidikan Indonesia, namun realitas di lapangan menunjukkan banyak kekecewaan," ujar Syarief. 

Ia menambahkan, ketidakpuasan ini bukan hanya dirasakan oleh para siswa, tetapi juga oleh guru-guru yang mengalami tekanan akibat kompleksitas administrasi yang menyita waktu.

Menurutnya, banyak siswa yang belum mampu mencapai standar dasar, seperti kemampuan membaca. Di sisi lain, para guru yang seharusnya fokus mengajar juga terbebani oleh tugas-tugas administratif yang berlebihan.

Baca Juga: Tak Kuorum, Pimpinan Komisi XII DPR RI Belum Juga Ditentukan

"Para guru stres dengan Kurikulum Merdeka karena selain harus mengajar, mereka juga dihadapkan pada tuntutan administrasi yang sangat menyita waktu," tegasnya.

Syarief juga menyoroti bahwa penerapan Kurikulum Merdeka seolah dilakukan secara terburu-buru tanpa persiapan yang memadai. Pasalnya, ia mengaku tidak pernah melihat adanya kejelasan terkait naskah akademik dari Kurikulum Merdeka. 

"Tiba-tiba diterapkan begitu saja dan itu terasa dipaksakan. Akibatnya, tujuan yang sebenarnya baik tidak diiringi dengan kesiapan infrastruktur yang cukup," jelasnya.

Ia mengusulkan tiga alternatif untuk mengatasi masalah ini, salah satunya adalah menyempurnakan Kurikulum Merdeka jika memungkinkan. 

Menurutnya, perbaikan ini sangat diperlukan agar kurikulum tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi dunia pendidikan di Indonesia.

"Kita bisa coba untuk menyempurnakannya, karena antara manfaat dan mafsadat (kerugian), saat ini lebih banyak kerugiannya," pungkas Syarief.

Penulis :
Aditya Andreas