
Pantau - Pembangunan pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang memicu kontroversi. Nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Nusantara (JRP) menyatakan pagar tersebut dibangun secara swadaya untuk mencegah abrasi.
Namun, sejumlah pihak, termasuk nelayan dan politikus, menilai keberadaan pagar itu justru merugikan dan berdampak buruk pada ekosistem laut.
Politikus PKS asal Banten, Mulyanto, menyebut pagar laut ini membawa dampak negatif bagi para nelayan.
"Pernyataan bahwa pagar laut ini bermanfaat justru kontradiktif. Nelayan pada umumnya merasa dirugikan," ujarnya, Sabtu (11/1/2025).
Baca Juga: Desak Pemerintah Bongkar Pagar Laut Misterius di Tangerang, Komisi IV DPR: Negara Jangan Kalah!
Ia menjelaskan, keberadaan pagar laut memaksa nelayan untuk memutar lebih jauh saat melaut, yang pada akhirnya meningkatkan biaya operasional.
"Secara resmi, mereka menyampaikan keluhan ini kepada Ombudsman RI. Bahkan Ombudsman sudah menghitung kerugian nelayan per tahun," katanya.
Mulyanto juga menyoroti biaya pembuatan pagar laut yang mencapai Rp 500 ribu per meter. Dengan panjang 30 km, total biaya diperkirakan mencapai Rp 15 miliar.
"Mengeluarkan uang sebanyak ini untuk keperluan publik, yang seharusnya menjadi tugas negara, sangat kontradiktif dengan kondisi ekonomi nelayan yang saat ini memprihatinkan," ungkapnya.
Baca Juga: DPR Tuntut Tanggung Jawab Pelaku Pemagaran Laut di PIK 2
Ia juga meragukan efektivitas pagar laut sebagai pemecah ombak.
"Apalagi kalau dikatakan pagar laut dari bambu itu untuk pemecah ombak, maka makin kontradiktif alias tidak rasional lagi," tambahnya.
Sementara itu, Koordinator JRP, Sandi Martapraja, menjelaskan bahwa pagar laut tersebut dibangun atas inisiatif masyarakat setempat.
"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," jelasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas