
Pantau - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyatakan kesediaannya bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump tanpa membahas isu denuklirisasi, sebuah langkah yang menarik perhatian khusus dari Pemerintah China.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (22/9), mengatakan, "China memperhatikan perkembangan di Semenanjung Korea. Semenanjung Korea yang damai dan stabil serta penyelesaian politik atas masalah di sana merupakan kepentingan semua pihak," ungkapnya.
Pernyataan Kim disampaikan dalam pidato di hadapan sidang Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara pada Minggu (21/9), di mana ia juga menyebut memiliki kenangan menyenangkan terkait Presiden Trump.
Kim menegaskan kesiapan untuk membuka dialog dengan Washington, namun menolak pembahasan soal denuklirisasi.
Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) melaporkan pernyataan Kim yang mengatakan, "Tidak ada alasan bagi Korea Utara dan Amerika Serikat untuk menghindari dialog jika Washington menginginkan hidup berdampingan dengan damai."
China Dorong Pendekatan Politik dan Stabilitas Regional
Guo Jiakun menyampaikan harapan agar semua pihak tetap fokus pada penyelesaian politik dan menjaga stabilitas di Semenanjung Korea.
"Kami berharap pihak-pihak terkait akan menghadapi akar penyebab dan inti permasalahan, tetap berpegang pada tujuan penyelesaian politik, dan berupaya untuk meredakan ketegangan serta menegakkan perdamaian dan stabilitas regional," ujarnya.
China selama ini menjadi salah satu pihak yang konsisten menyerukan pendekatan damai dalam menyikapi ketegangan antara Korea Utara dan Amerika Serikat.
Kim Tolak Denuklirisasi, Tegaskan Status Nuklir Korea Utara
Kim Jong Un menolak gagasan pertukaran senjata nuklir dengan pencabutan sanksi oleh PBB, menyebut denuklirisasi sebagai konsep yang tidak lagi relevan.
" Kami tidak akan pernah meletakkan senjata nuklir kami," tegasnya.
Ia juga menyindir kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap negara-negara yang pernah menyerahkan program nuklirnya.
"Dunia tahu betul apa yang dilakukan AS setelah memaksa pihak lain meninggalkan program nuklirnya dan melucuti diri," ucap Kim dalam pidatonya.
Pernyataan ini menjadi pernyataan langsung pertama Kim terkait Donald Trump sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS untuk periode kedua pada Januari 2025.
Trump sendiri telah mengindikasikan niatnya untuk kembali bertemu Kim dalam tahun ini.
Pada Juli 2025, Kim Yo Jong, saudari Kim Jong Un, menyatakan bahwa Amerika Serikat harus mengakui Korea Utara sebagai negara bersenjata nuklir jika ingin melanjutkan hubungan bilateral.
Kim dan Trump sebelumnya telah tiga kali bertemu langsung selama masa jabatan pertama Trump, namun pertemuan tersebut gagal menghentikan ambisi nuklir Pyongyang.
Setelah itu, Korea Utara menolak melanjutkan dialog dengan AS dan semakin dekat dengan Rusia, bahkan menyatakan dukungan terhadap Rusia dalam perang di Ukraina.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti