
Pantau.com - Sekilas melihat ke permukaan, Laguna Larga tidak berbeda dari kota kecil lainnya di Argentina. Memiliki sebuah jantung yakni ladang pertanian, taman bermain, dua pompa bensin, sebuah sekolah, museum, dan dua klub sepakbola.Namun, Laguna Larga menjadi tempat kedua setelah kota asal megabintang Barcelona, Lionel Messi, Rosario. Tertulis, 'Ini adalah kota Paulo Dybala', kita dapat membaca papan iklan raksasa di Ruta Nueve, jalan yang menghubungkan tiga kota utama Argentina yakni Cordoba, Rosario, dan Buenos Aires.Tulisan di papan iklan itu merupakan hadiah ulang tahun khusus untuk penyerang Juventus yang berusia 25 tahun. Itu juga melambangkan sebuah perbatasan, kalau Anda masuk dalam kawasan kota kelahiran Paulo Dybala.
Kota Laguna Larga dari satelit. (Foto: Bing Maps)
Di sana, tidak ada yang menggunakan nama keluarga atau marga. Hanya orang luar yang mengatakan Dybala, bagi 7.500 penduduk Laguna Larga, ia biasa dikenal sebagai Paulo.Di situlah Dybala tumbuh, bungsu dari tiga bersaudara, di sebuah kota yang terkenal karena pernah terjadi perampokan bank yang gagal hingga melibatkan 20 sandera, di mana orang-orang bersenjata merebut kantor polisi dan menyamar sebagai petugas sebelum terjadi sebuah kesalahan.Laguna Larga merupakan kota yang terbelah dua oleh jalan utama, dengan klub sepakbola di masing-masing sisi, yakni Sportivo dan Newell's.Dybala memiliki kedua orang tua yang berasal dari dua kota yang terbelah, dimana keluarga ibunya mendukung Sportivo, sementara ayahnya, Adolfo, dan kakek, Boleslaw, merupakan fans Newell's.Untuk diketahui, Boleslaw adalah seorang imigran asal Polandia yang telah ditangkap dan dikirim untuk bekerja untuk Nazi Jerman, tetapi ia tidak menemukan pekerjaan lagi ketika Perang Dunia Kedua usai. Beberapa kerabatnya pergi ke Kanada, lantas ia memilih Argentina. Dia meninggal ketika Dybala berusia empat tahun.
Dybala kecil di kota kelahirannya. (Foto: Diego Cortiana)
Dybala kecil memulai karirnya dengan menerima tawaran berlatih bersama Instituto, merupakan tim yang lebih besar di daerah Cordoba. Sang ayah, Adolfo mengantarnya ke sana sampai latihan selesai, lalu kemudian kembali ke rumah. Total ada 150 km (93 mil), hari demi hari, ia didedikasikan untuk impian sepakbola anak bungsunya itu.Ketika Adolfo didiagnosis menderita tumor, segala sesuatu dalam hidup Dybala hancur berantakan. Saat itu pria kelahiran 15 November 1993, berusia 15 tahun, bahkan ia mencoba mengatur pinjaman dari Instituto kembali ke kota asalnya - ke Newell's - agar dapat tetap dekat dengan sang Ayah di hari-hari terakhir.
Kenangan Dybala dengan sang Ayah, Adolfo. (Foto: Istimewa)"Paulo bermimpi bahwa ayahnya akan selalu melihatnya bermain di papan atas. Itu adalah pukulan yang mengerikan ketika dia meninggal," ujar Pablo Burzio, yang melakukan debut bersama Dybala di Instituto B Nacional - divisi kedua Argentina."Tetapi dia terus berjalan dan akhirnya membuat keputusan sulit yang hanya bisa dilakukan oleh beberapa remaja dalam keadaan itu, meninggalkan ibu dan saudara lelakinya dan kembali ke Cordoba, untuk tinggal di akademi muda Instituto,"tambahnya.Klik Next untuk Melanjutkan...
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta