Pantau Flash
HOME  ⁄  Olahraga

5 Transfer Pemain Gagal dan Jadi Beban Klub

Oleh Tatang Adhiwidharta
SHARE   :

5 Transfer Pemain Gagal dan Jadi Beban Klub

Pantau.com - Mendatangkan pemain baru nan bertalenta dalam suatu tim, tentu menjadi tugas manajer untuk membangun klub yang kuat. Dasarnya, sang juru taktik tahu tipe pemain yang akan menjadi 'kartu AS'.

Meski begitu, hasrat manajer tak selalu berjalan dengan baik atau berbuah manis. Ada kalanya, pemain yang dibeli memiliki reputasi besar, tampil melempem ketika diasuh oleh pelatih.

Baca juga: Tak Hanya di Laga Persija vs Persib, Ini 5 Gol Hantu di Dunia Sepakbola

Tentu ini menjadi pengalaman buruk bagi seorang manajer. Dunia sepakbola memang tak berjalan mudah, karena ada beberapa tekanan baik dari masing-masing pemain atau manajer.

Pantau.com mengulas 5 manajer yang gagal menjalankan tugasnya karena memiliki beban besar pada seorang pemain. Siapa saja mereka?

1. Helder Postiga di bawah asuhan Glenn Hoddle (Tottenham Hotspur)

Postiga didatangkan Spurs. (Foto: Reuters)

Saat kita menyebutkan nama penyerang Tonttenham Hotspur saat ini, sudah pasti nama Harry Kane berada di benak para pencinta bola. Rekor demi rekor telah diciptakan pemain Timnas Inggris tersebut.

Namun berbeda ketika kita menyebut nama Helder Postiga yang tampil melempem di Spurs. Sebelumnya, ia memiliki reputasi besar sebagai peraih treble winner pada tahun 2003 bersama Porto di bawah kendali Jose Mourinho. Postiga boleh dibilang sebagai aset bernilai untuk klub asal Portugal tersebut.

Manajer yang menukangi Tottenham saat itu, Glenn Hoddle mengambil kesempatan untuk membawa Helder Postiga ke London guna mempertajamkan serangan klub dengan kocek senilai  9 juta euro. Kala itu, dia disandingkan dengan Robbie Keane. Hoddle percaya kalau pemain asal Portugal tersebut mampu menjadi yang terbaik.

"Dalam waktu dua atau tiga tahun saya percaya orang akan melihat ini akan jadi kesepakatan atau bisnis yang baik," ujar Hoddle.

Namun ketika harapan besar diletakkan di atas pundak Postiga, ia gagal untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di Inggris. Dirinya hanya satu kali tampil cemerlang saat Spurs menang 2-1 atas Liverpool. Postiga tampil sebanyak 22 laga bersama Tottenham. Ia hanya mencetak dua gol saja, hingga akhirnya klub Premier League itu mengembalikkan lagi Postiga ke klub asalnya FC Porto.

2. Ade Akinbiyi di bawah Asuhan Peter Taylor (Leicester)

Akinbiyi pemain termahal Leicester. (Foto: Givemesport)

Akinbiyi merupakan pemain pendatang dengan rekor transfer klub Leicester City ketika diasuh manajer Peter Taylor. Taylor mendatangkan Akinbinyi dengan mahar 5 juta Pounds dari Wolves pada tahun 2001, sebagai pengganti Emile Heskey yang diikat Liverpool.

Leicester memang menikmati awal yang baik di bawah asuhan Taylor, mereka sukses menuju puncak Premier League pada bulan Oktober dan tetap berada di empat besar sampai Natal.

Namun kekalahan yang cukup mengejutkan terjadi di perempatfinal Piala FA dari Wycome. Ini mengawali akhir musim yang menyedihkan. Leicester menelan sembilan kekalahan dari 10 pertandingan liga terakhir mereka.

Pada musim berikutnya Leicester terpuruk, Akinibiya menjadi sorotan hingga mendapatkan julukan moniker. Sebab pemain asal Nigeria itu tak memberikan kontribusi apapun dengan menjalankan 13 pertandingan liga tanpa gol. Tak lama kemudian, ia pun diakhirnya diasingkan.

Yang paling dikenang ketika pertandingan Leicester melawan Liverpool, Akinibiya gagal memanfaatkan bola sundulan yang berada tepat di depan gawang, hasilnya si kulit bundar melebar ke samping. Lelucon sundulan ini menampilkan wajahnya penuh kesedihan.

3.Bruno Cheyrou di bawah Gerard Houllier (Liverpool)

Cheyrou sempat dianggap sebagai titisan Zidane. (Foto: Premier League)

Bruno Cheyrou didatangkan Liverpool bersama dengan Salif Diao dan El-Hadji Diouf. Ketiga pemain ini merupakan pembelian gagal The Reds pada musim panas 2002, tetapi Cheyrou muncul sebagai simbol harapan.

Cheyrou yang dibeli dengan harga 4.5 juta Pounds disebut sebagai 'Zidane Baru' oleh Gerard Houllier. Tidak terlalu penting memang, tapi pemain yang berposisi sebagai gelandang ini mengalami kesulitan di musim pertamanya, meski dia bisa mencetak satu atau dua gol penting bagi klub. Dan dia juga menjadi simbol dari transfer Liverpool.

Houllier sukses membawa Piala ke Anfield, tapi dia juga melakukan perekrutan yang mengerikan. Sementara Cheyrou gagal memenuhi harapan yang tinggi, karena Liverpool jatuh jauh dari perburuan gelar juara. Rafa Benitez pun menggantikan Houllier musim panas itu, kemudian pelatih asal Spanyol itu hanya memanfaatkan sedikit waktu bersama Cheyrou.

Baca juga: 5 Pesepakbola Tercepat Sepanjang Masa

4. Davy Klaassen di bawah Ronald Koeman (Everton)

Klaasen hanya merasakan semusim di Everton. (Foto: Everton)

Everton tampaknya telah melakukan kudeta dengan mendapatkan Klaassen senilai 23,6 juta pounds pada Juni 2017. Kapten Ajax itu menjadi sebuah properti transfer musim panas, di mana ia mencetak 20 gol sebagai pemain lini tengah.

Tapi pelatih asal Belanda, Ronald Koeman kemudian tidak menyukai pemain yang didatangkannya. Sebab, Klaassen hanya mampu mencetak tiga gol dari delapan pertandingan.

Awal musim yang buruk, ditambah dengan cedera, memicu kekhawatiran dalam tubuh Everton. Koeman pun dipecat, dan digantikan Sam Allardyce. Klassen pun terkena imbas dengan dibekukan dari tim.

Hanya satu musim, Everton kemudian menjual pemain asal Belanda itu ke Werder Bremen dengan harga hanya 12 juta pounds. Koeman yang dipecat, bersikeras mengatakan bahwa Klaassen hanya perlu waktu untuk adaptasi. "Anda tidak bisa mengatakan setelah satu bulan, dua bulan 'dia tidak cukup baik'," ujarnya.

5. Steve Marlet di bawah Jean Tigana (Fulham)

Steve Marlet ketika membela Fulham. (Foto: Istimewa)

Pemilik Fulham, Mohamed Al-Fayed, merasa skeptis dengan Jean Tigana selaku manajer yang mendatangkan Steve Marlet dengan harga 17 juta Euro. Dasarnya, Tigana merupakan agen sang pemain.

Tigana tidak sendirian dalam memuji sang penyerang. Manajer Auxerre, Guy Roux, pernah membandingkan Steve Marlet dengan pemain Ronaldo (Brasil).

Ketika tiba di Craven Cottage, Marlet jalani musim yang baik di Lyon. Ia sempat mencetak lima gol di Liga Champions dan meraih gelar juara Ligue 1. Meskipun ia mampu bermain sebagai striker atau pemain sayap, Marlet berjuang di second line Fulham. Sayang, pemain berpaspor Perancis itu kehilangan posisinya karena kalah bersaing dengan Barry Hayles.

Tercatat Marlet mencetak 11 gol dalam 54 pertandingan, Al-Fayed tahu persis siapa yang harus disalahkan. Dan ia pun memecat Tigana pada April 2003 dan membawanya ke pengadilan atas kesepakatan Marlet. Meskipun tuduhan itu dibatalkan, karena gugatan Tigana dimenangkan pengadilan. Setelah pemecatan itu, Marlet tidak pernah bermain untuk klub lagi.

Penulis :
Tatang Adhiwidharta