
Pantau - Perubahan kebijakan kendaraan listrik (EV) yang diterapkan Amerika Serikat (AS) tidak akan berpengaruh signifikan pada industri otomotif Indonesia. Pengamat otomotif dari ITB, Yannes Martinus Pasaribu, menyebutkan bahwa AS tidak memiliki investasi besar dalam ekosistem EV Indonesia.
"Bagi Indonesia, dampak langsung mungkin terbatas, mengingat tidak terasanya investasi AS di ekosistem EV Indonesia," kata Yannes dilansir dari Antara, Jumat (24/1/2025).
Menurut Yannes, dampak kebijakan AS lebih dirasakan oleh negara-negara yang menerima banyak manfaat dari investasi AS.
Baca juga: Trump Batalkan Kebijakan Kendaraan Listrik Biden, Fokus Kembali pada Mobil Biasa
Indonesia, yang lebih mengandalkan investasi dari negara-negara Asia seperti Jepang, Korea, dan China, tidak akan terpengaruh secara langsung oleh perubahan kebijakan yang diambil Presiden Donald Trump.
Sementara itu, mundurnya AS dari Perjanjian Paris lebih berdampak pada kebijakan energi dan iklim global, memperlambat transisi ke energi bersih sekitar lima tahun.
Trump juga baru-baru ini menandatangani perintah eksekutif untuk menghapus kebijakan EV era Presiden Biden, yang disebutnya sebagai "mandat."
Langkah ini diiringi dengan pelemahan standar emisi kendaraan yang dinilai dapat merugikan lingkungan.
Perintah eksekutif Trump, yang diterbitkan pada 20 Januari, bertujuan untuk membatalkan pencapaian kebijakan lingkungan Biden, termasuk mendeklarasikan "darurat energi nasional".
Baca juga: BYD Salip Toyota di Jepang, Penjualan Mobil Listrik Tumbuh Pesat
Ini memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk melakukan polusi lebih bebas.
Trump berencana menghapus "mandat kendaraan listrik" untuk memberikan lebih banyak pilihan konsumen, yang ia yakini dapat mendorong ekonomi dan inovasi.
Selain itu, Trump juga mempertimbangkan penghapusan subsidi untuk EV dan menghentikan pendanaan untuk infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.
- Penulis :
- Sofian Faiq