
Pantau - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon turut menyambut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tetap menggunakan sistem Pemilu terbuka.
Ia menyebut, putusan MK tersebut merupakan kabar gembira bagi praktik demokrasi Indonesia dan patut mendapatkan apresiasi.
"Ini merupakan berita gembira bagi demokrasi kita. terutama membuka ruang partisipasi publik dalam pemilu untuk dipilih dan memilih,” ungkap Fadli, Kamis (15/6/2023).
Fadli mengatakan, ada beberapa alasan kenapa putusan MK terkait uji materi sistem pemilu ini pantas diapresiasi dan dipuji oleh publik.
Pertama, putusan ini lahir ketika indeks kepercayaan publik terhadap MK untuk pertama kalinya dalam sejarah berada di bawah Mahkamah Agung (MA).
“Padahal, kita tahu MK dan KPK merupakan dua lembaga yang lahir sesudah proses reformasi, biasanya selalu merajai survei kepercayaan publik,” ucapnya.
Di tengah melemahnya tingkat kepercayaan publik, lanjutnya, putusan MK yang tetap konsisten menjadikan sistem pemilu sebagai ranah open legal policy patut diapresiasi.
"Sebab, UUD 1945 tak pernah mengatur tentang sistem pemilu, apakah bersifat proporsional terbuka atau tertutup,” tuturnya.
Selain itu, Fadli menilai, ketika keputusan ini diambil, sebagian tahapan pemilu telah dimulai dan proses administrasi kepemiluan juga sudah berjalan.
Sehingga, jika sistem pemilu diubah di tengah jalan, hal ini bisa menimbulkan kekacauan politik dan ketatanegaraan.
“Kita bersyukur hal itu tak sampai terjadi. Jika sampai terjadi kekisruhan, kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya,” tandasnya.
Ia menyebut, putusan MK tersebut merupakan kabar gembira bagi praktik demokrasi Indonesia dan patut mendapatkan apresiasi.
"Ini merupakan berita gembira bagi demokrasi kita. terutama membuka ruang partisipasi publik dalam pemilu untuk dipilih dan memilih,” ungkap Fadli, Kamis (15/6/2023).
Fadli mengatakan, ada beberapa alasan kenapa putusan MK terkait uji materi sistem pemilu ini pantas diapresiasi dan dipuji oleh publik.
Pertama, putusan ini lahir ketika indeks kepercayaan publik terhadap MK untuk pertama kalinya dalam sejarah berada di bawah Mahkamah Agung (MA).
“Padahal, kita tahu MK dan KPK merupakan dua lembaga yang lahir sesudah proses reformasi, biasanya selalu merajai survei kepercayaan publik,” ucapnya.
Di tengah melemahnya tingkat kepercayaan publik, lanjutnya, putusan MK yang tetap konsisten menjadikan sistem pemilu sebagai ranah open legal policy patut diapresiasi.
"Sebab, UUD 1945 tak pernah mengatur tentang sistem pemilu, apakah bersifat proporsional terbuka atau tertutup,” tuturnya.
Selain itu, Fadli menilai, ketika keputusan ini diambil, sebagian tahapan pemilu telah dimulai dan proses administrasi kepemiluan juga sudah berjalan.
Sehingga, jika sistem pemilu diubah di tengah jalan, hal ini bisa menimbulkan kekacauan politik dan ketatanegaraan.
“Kita bersyukur hal itu tak sampai terjadi. Jika sampai terjadi kekisruhan, kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya,” tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas