
Pantau - Dosen Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini menemukan masih banyak daftar calon yang tak memenuhi kuota 30 persen.
Titi menjelaskan, pemenuhan kuota 30 persen caleg perempuan di setiap dapil itu merupakan amanat Pasal 245 UU Pemilu.
Ketentuan tersebut juga sudah dikukuhkan oleh putusan Mahkamah Agung yang menyatakan, dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.
Keterwakilan perempuan sebesar 30 persen itu, kata Titi, bukan secara rata-rata nasional, melainkan harus dipenuhi di setiap dapil.
"Ketika itu kalau ada partai yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam daftar caleg (di suatu dapil), maka partai didiskualifikasi dari kepesertaan pemilu di dapil tersebut," kata Titi dalam keterangannya, Senin (6/11/2023).
Ia pun mengkritik keras KPU RI yang tetap memperbolehkan partai politik memperebutkan kursi anggota DPR di sebuah dapil meski gagal memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan.
"Tentu ini sangat ironis. KPU justru menjadi aktor pelemahan keterwakilan perempuan politik pada Pemilu 2024," ujarnya.
Titi menegaskan, KPU tidak bisa berdalih bahwa tidak ada ketentuan sanksi bagi partai yang tidak mengusung 30 persen perempuan di suatu dapil.
Sebab, pemenuhan kuota 30 persen itu adalah persyaratan wajib ketika pengajuan calon.
"Jika KPU tetap meloloskan, dapat dikatakan KPU telah membangkang terhadap perintah UU dan juga Putusan MA," kata anggota dewan pembina Perludem itu.
- Penulis :
- Aditya Andreas