
Pantau - Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) mengungkapkan bahwa delapan sengketa hasil Pilkada 2024 dari daerah dengan calon tunggal telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sengketa ini berasal dari tujuh daerah di mana pasangan calon tunggal berhadapan dengan kotak kosong.
Menurut peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki, gugatan-gugatan ini menunjukkan ketidakpuasan terhadap proses pemilihan, terutama terkait dengan inklusivitas dan keadilan dalam sistem politik.“Walaupun calon tunggal dianggap kuat, tetap ada pihak yang merasa dirugikan dan menilai bahwa mekanisme pilkada belum memberikan ruang yang memadai bagi partisipasi masyarakat,” ujar Ajid dalam diskusi daring pada Minggu (22/12/2024).
Baca Juga:
Perludem Sebut Sengketa Pilkada Terbanyak dari Indonesia Timur
Daerah dengan Sengketa Calon Tunggal
Daerah-daerah yang mengajukan sengketa terkait calon tunggal meliputi:
- Kabupaten Empat Lawang: 2 perkara
- Gresik: 1 perkara
- Kota Tarakan: 1 perkara
- Bintan: 1 perkara
- Pasangkayu: 1 perkara
- Ogan Ilir: 1 perkara
- Nias Utara: 1 perkara
Sengketa ini diajukan oleh masyarakat maupun lembaga pemantau pemilu. Gugatan ini mencerminkan kritik terhadap proses politik di daerah dengan calon tunggal, yang dianggap membatasi alternatif pilihan bagi pemilih.
Dinamika Sengketa Pilkada 2024
Secara keseluruhan, MK telah menerima 312 permohonan sengketa hasil Pilkada 2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas berasal dari pasangan calon, yakni 287 perkara atau sekitar 92%. Sementara itu, masyarakat umum mengajukan 16 perkara (5,45%), dan lembaga pemantau mengajukan 8 perkara (2,56%).
Ajid menilai, dominasi pasangan calon dalam pengajuan sengketa menunjukkan tingginya tingkat kompetisi politik di berbagai daerah. Namun, keterlibatan masyarakat dan pemantau juga menjadi indikator adanya perhatian publik terhadap transparansi dan akuntabilitas proses pilkada.
Refleksi dan Harapan
Gugatan di daerah dengan calon tunggal menunjukkan bahwa keberadaan kotak kosong masih menjadi mekanisme yang relevan untuk memberikan ruang alternatif dalam demokrasi lokal. Namun, kritik terhadap inklusivitas sistem politik menandakan perlunya evaluasi dan pembenahan dalam penyelenggaraan pilkada di masa mendatang.
Pilkada 2024 menjadi momen penting untuk menilai sejauh mana proses pemilihan dapat memenuhi prinsip demokrasi yang inklusif, adil, dan transparan bagi seluruh elemen masyarakat.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah