Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Ramadhan

Memahami 2 Rukun Puasa, Apa Saja?

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Memahami 2 Rukun Puasa, Apa Saja?
Foto: Ilustrasi suasana puasa, Masjid Istiqlal, Jakarta

Pantau - Dalam menjalankan ibadah puasa, terdapat dua rukun yang menjadi inti terlaksananya ibadah. Karana tanpa kedua rukun tersebut makan puasa menjadi tidak sah.

Adapun dua rukun puasa yang dimaksud adalah niat dan menahan diri (imsak). Melansir dari buku “Puasa : Syarat Rukun & Membatalkan” karya Ahmad Sarwat, Lc. MA, yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT), berikut penjelasan dua rukun puasa: 

1. Niat 

Niat merupakan rukun yang pertama dari kedua rukun puasa menurut jumhur ulama. Akan tetapi terdapat beberapa ulama yang tidak memasukkan niat dalam rukun puasa dan justru memasukkan niat ke dalam syarat sah puasa. 

Setiap bentuk ibadah perlu dilandasi dengan niat, termasuk puasa. Karena puasa akan menjadi tidak sah apabila tidak dilandasi dengan niat. Hal ini didasari oleh hadits nabawi berikut:

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan," (HR. Bukhari dan Muslim).

Para ulama sepakat bahwa niat untuk berpuasa fardhu harus sudah terpasang sejak sebelum memulai puasa. Dan akan menjadi tidak sah jika belum berniat sebelum waktu fajar itu. 

Berikut adalah doa niat berpuasa:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

“Nawaitu shouma ghodin 'an adaa-i fardhisy syahri romadhoona hadzihis sanati lillaahi ta'aala.”

Selain itu, para ulama juga sepakat bahwa bila seseorang sekedar melafadzkan niat di atas, maka hukumnya belum sampai kepada niat itu sendiri. Hal ini karena doa yang diucapkan tersebut tempatnya hanya di lidah saja, sementara niat harus berasal dari dalam hati. 

Maka dari itu, orang yang melafadzkan niat tetapi tidak masuk ke dalam hati akan dianggap belum sah dalam berniat. Sebaliknya, orang yang telah sungguh-sungguh berniat di dalam hatinya untuk melaksanakan ibadah puasa, maka niatnya sudah terlaksana  meskipun lidahnya tidak mengucapkan apapun. 

Meskipun begitu, hukum melafadzkan niat itu sendiri menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. 

Ada juga yang berpendapat bahwa lafadz itu sendiri berfungsi untuk menguatkan niat dan hukumnya disunnahkan. Ini menurut Madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah dan sebagian dari Madzhab Al-Hanafiyah. 

Baca juga: 

Ini Jenis-Jenis Niat Puasa Ramadan: Harian dan Bulanan

Doa Niat Puasa, Ini Tata Cara yang Benar Agar Sah

Adapun alasan mengapa hal itu disunnahkan yaitu untuk menghilangkan keraguan dalam masalah niat. Karena pada kasus tertentu, terdapat orang yang merasa ragu apakah dirinya sudah memasang niat di dalam hati atau belum. 

Sebagian ulama lainnya di kalangan Madzhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah memakruhkan bacaan atau lafadz niat dalam sebuah ibadah, hal ini karena tidak ada dasar dalilnya dari Rasulullah SAW. 

Pemahaman mengenai melafadzkan niat ini kadang masih menjadi bahan perdebatan tersendiri di tengah masyarakat.

2. Menahan diri (Imsak)

Rukun puasa yang kedua yaitu imsak atau menahan diri dari segala yang membatalkan shalat sejak terbitnya fajar hingga terbenam.

Pada dasarnya, imsak adalah menahan diri dan tidak melakukan segala hal yang membatalkan puasa, diantaranya: makan, minum, berhubungan suami istri, sengaja mengeluarkan mani, dan lain sebagainya.

Seperti yang telah kita tahu bahwa puasa berlangsung sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Dan apabila ditengah-tengah rentang waktu tersebut terputus, maka ibadah puasa yang dilakukan telah batal.

Sedangkan, imsak tidak harus dimulai sejak fajar, tapi bisa saja dilakukan sejak tengah hari atau saat seseorang diharuskan untuk melakukannya. Karena imsak itu sendiri bisa saja dilakukan meski seseorang telah batal puasanya.

Misalnya ada orang yang secara sengaja membatalkan puasa Ramadan tanpa udzur yang syar’i. Maka orang tersebut diwajibkan untuk berimsak, yaitu tetap tidak boleh makan dan minum hingga masuk Maghrib. Sehingga, meski puasanya sudah batal, bukan berarti boleh makan dan minum. Orang tersebut tetap wajib ‘berpuasa’, tapi istilahnya adalah berimsak.

Di lingkungan masyarakat, kata ‘imsak’ sendiri memiliki pergeseran makna dan agak salah kaprah. Makna ‘imsak’ di lingkungan masyarakat secara istilah telah bergeser menjadi ‘tidak makan dan minum 10 menit sebelum masuknya waktu subuh. Bahkan secara resmi ditulis di kalender dan poster. Biasanya, orang menyebutnya dengan istilah ‘jadwal imsakiyah’. 

Hal ini menimbulkan kekeliruan bahwa seolah-olah batas awal mulai puasa justru dimulai sejak ‘waktu imsak’ tersebut. Oleh karena itu, pergeseran makna seperti ini perlu diluruskan.

Penulis :
Latisha Asharani
Editor :
Ahmad Munjin